REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Kesehatan Reproduksi UGM menyebut karakteristik masyarakat perkotaan yang banyak menuntut membuat penggunaan KB tergolong rendah. Ini berbeda jika dibandingkan dengan daerah pedesaan.
"Masyarakat kota tuntutan terkait KB nya sangat terperinci. Misal KB model IUD sisi plus minusnya seperti apa," jelas Ketua Pusat Kajian Kesehatan Reproduksi UGM, Siswanto Agus Wilopo, di Jakarta, Rabu (4/11).
Dari sini, SDM penyedia KB tak dapat memberi penjelasan memadai. Akhirnya berujung tidak jadinya mereka untuk ikut KB.
Hal tersebut jelas berbeda dengan masyarakat pedesaan. Dimana sifatnya lebih banyak menerima. Jadi ketika ada program KB, mereka tak banyak bertanya. Langsung ikut ikut saja.
"Jadi kunci perbaikan ke depan adalah peningkatan kualitas SDM pemberi layanan KB. Dimana mereka mesti paham detail KB secara menyeluruh," jelasnya.
Berdasarkan survei PMA 2020, ada peningkatan pengguna kontrasepsi di pedesaan. Yakni dari angka 58,7 persen menjadi 61,6 persen. Lalu untuk perkotaan, hanya naik 0,5 persen. Meningkat dari 57 persen menjadi 57,5 persen
PMA 2020 merupakan proyek multi negara yang dilaksanakan oleh Bill & Melinda Gates Institute, The John Hopkins Bloomberg School of Public Health. Tujuannya untuk mendukung program keluarga berencana di berbagai negara. Dimana menyasar 120 juta wanita di dunia.
Negara yang menjadi obyek survei berjumlah 11 negara. Mencakup beberapa negara di Asia dan Afrika. Indonesia menjadi yang pertama disurvei diantara negara lainnya. Proyek survei ini menghabiskan anggaran kurang lebih 4,5 juta dollar AS.