Jumat 09 Oct 2015 04:00 WIB

Kerap Kalah di Praperadilan, Kinerja Kejagung Disorot

 Direktur Lingkar Madani (lima) Ray Rangkuti (kanan) memberikan pemaparannya saat berdiskusi dihadapan media di Jakarta, Jumat (21/8).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Direktur Lingkar Madani (lima) Ray Rangkuti (kanan) memberikan pemaparannya saat berdiskusi dihadapan media di Jakarta, Jumat (21/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerap kalah di sidang praperadilan dalam gugatan kasus tindak pidana korupsi, membuat kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) layak dievaluasi. Hal itu ditambah kinerja Satgasus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3PTK) tidak optimal membuat korps Adhyaksa tersebut dalam sorotan.

Aktivis Koalisi Masyarakat Antikorupsi Ray Rangkuti menilai, capaian Kejagung dalam upaya pemberantasan korupsi maupun pencegahannya sudah melenceng jauh dari program Nawa Cita Presiden Jokowi. "Jaksa Agung HM Prasetyo telah gagal mengimplementasikan visi misi Nawa Cita Presiden Jokowi," cetus Ray kepada wartawan, kemarin.

Pendiri Lingkar Madani Indonesia tersebut melanjutkan, Kejagung juga terkesan mandul lantaran banyak kasus korupsi yang tak ditangani dan diselesaikan. "Jadi banyak faktor mengapa saya nilai kinerjanya merosot, mulai tidak transparansinya dalam keterbukaan informasi publik penanganan kasus, internal kepemimpinan yang tidak berkualitas," bebernya.

Tak hanya itu, faktor Jaksa Agung yang merupakan politisi Nasdem juga turut andil menyumbangkan kemerosotan kinerja Kejagung. Konflik kepentingan politik, kata Ray, jelas ada di dalam jabatan Jaksa Agung saat ini.

"Contoh, pemindahan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan ke Lapas Serang yang beraroma politik, dimana istri Wawan yakni Airin merupakan calon kepala daerah yang diusung Nasdem. Pasti ada keterkaitannya. Lalu beberapa kasus yang menyangkut kepala daerah juga dihentikan sementara jelang Pilkada 2015. Ini kemunduran besar Kejaksaan," tuturnya.

Sementara itu, menurut pakar hukum pidana Universitas Andalas Elwi Danil, Presiden Jokowi wajib melakukan evaluasi besar-besaran di internal Kejagung. "Harus ada pembenahan di kejaksaan. Jika kejaksaan sesuai prosedur ataupun standar operasional dalam hal penetapan tersangka, penggeledahan ataupun penyidikan pastinya hakim tidak akan mengabulkan gugatan praperadilan," kata Elwi.

Disamping itu, ia berharap penyidik kejaksaan dalam menangani asus korupsi harus mengedepankan aspek profesionalitas dan ketelitian dalam mengungkap dan memberantas korupsi. "Saya tidak bisa mengatakan kualitas jaksa secara generalisasi, namun melihat kerap kalahnya di praperadilan, setidaknya evaluasi dan audit perlu dilakukan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement