Rabu 30 Sep 2015 13:46 WIB

Pemerintah dan KPU Didesak Buat Aturan Teknis Pilkada

Pilkada (ilustrasi)
Foto: berita8.com
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding mendesak Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan teknis pelaksanaan Pilkada serentak pascaputusan Mahkamah Konstitusi terkait calon tunggal dan calon independen dalam Pilkada serentak.

"Yang perlu dipikirkan oleh pemerintah dan KPU adalah bagaimana membuat aturan teknis yang kemudian dapat dilaksanakan," katanya, Rabu (30/9).

Dia menjelaskan aturan teknis itu terkait bagaimana pelaksanaan dari putusan MK itu seperti bagaimana referendum ketika ada calon tunggal dilakukan.

Selain itu menurut dia, Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada harus direvisi untuk menyesuaikan dengan putusan MK tersebut.

"Otomatis UU tentang pilkada perlu direvisi untuk penyesuaian," ujarnya.

Dia mengatakan apabila aturan teknis itu segera dibuat maka pelaksanaan Pilkada tidak akan terganggu dan bisa berjalan lancar.

Selain itu dia menilai karena putusan MK itu final dan mengikat, maka suka tidak suka masyarakat harus mengikuti karena kepatuhan kita terhadap hukum yang ada.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.

Mahkamah menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/9).

Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menilai undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Karena itu, pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat.

Selain itu, MK menimbang perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum.

Hal itu menurut MK dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada sehingga syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih.

"Menimbang hak untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera aturan paling sedikit dua paslon (pasangan calon). Pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada satu paslon," ujar hakim MK Suhartoyo.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement