REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas gerakan 98 mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri mengusut tuntas dugaan korupsi di PT Pelindo II yang mencuat setelah penggeledahan yang dilakukan oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri. Komunitas tersebut mengharapkan aparat penegak hukum berani menangkap Direktur PT Pelindo II, RJ Lino.
“RJ Lino bukan sekedar direktur, tapi kayak tuan tanah di Tanjung Priok,” ujar anggota komunitas gerakan 98, Komeng saat jumpa pers di Warung Komando, Ahad (27/9).
Menurut Komeng, keberadaan RJ Lino mematikan ekonomi masyarakat. RJ Lino tidak memperbolehkan adanya aktifitas lain di Tanjung Priok selain PT Pelindo. Dalam kasus ini, kata dia, RJ Lino tidak sendiri, tapi mendapatkan sokongan dari pihak pebisnis yang selama ini dilindunginya. Bahkan, RJ Lino memiliki keberanian mengintervensi hukum.
Komeng juga menduga ada peran mantan pejabat KPK dalam sepak terjang RJ Lino. Sebab itu, kasus yang dilaporkan ke KPK sejak 2013 tidak pernah ada perkembangan yang berarti. “Persoalan RJ Lino bukan sekedar korupsi, tapi agen neoliberalisme dan agen pelabuhan,” kata Komeng.
Komunitas ini mendukung politisi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengungkap bukti tentang dugaan suap RJ Lino terhadap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno senilai Rp 200 juta. Komunitas ini juga menyiapkan 100 pengacara untuk Masinton karena dikabarkan telah dilaporkan ke Polda Metrojaya.
Advokat, Niko Adrian Azwar menilai, pelaporan tersebut merupakan upaya pengalihan isu dari korupsi ke pencemaran nama baik. Dengan begitu, kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Pelindo II menjadi kabur.
Niko berjanji akan terus mendukung upaya pemberantas korupsi di PT Pelindo II. Dia meminta aparat penegak hukum harus berani mengusut kasus tersebut.
Sementara itu, Masinton Pasaribu mengatakan, pengelolaan pelabuhan saat ini seperti pada zaman Orde Baru (Orba). Masinton menyebut RJ Lino merupakan personifikasi dari Soeharto.
Dalam kasus dugaan gratifikasi yang diterima Rini Soemarno dari RJ Lino, Masinton mendesak KPK mengusutnya. Pasalnya, peristiwa tersebut sudah terjadi sejak Maret lalu dan bisa disebut sebagai gratifikasi.