REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan masyarakat harus dilibatkan dalam proses hukum dan tidak meninggalkan budaya yang sudah dipelihara.
"Masyarakat jangan hanya disuruh tunduk pada hukum, tapi turut dilibatkan, karena hukum seharusnya memfasilitasi kesejahteraan rakyat," katanya ketika mengisi kuliah umum 'Pengaturan Otonomi Daerah: Problematika dan Solusi Implementatif' di Universitas Surabaya, Sabtu (5/9).
Pakde Karwo mengatakan, hukum memang harus ditegakkan, namun kesejahteraan rakyat harus diutamakan, sehingga pemerintah perlu mencari jalan tengah agar hukum bisa berjalan, namun budaya tidak hilang.
Ia mencontohkan tentang rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Jika penduduk dipindahkan agar kondisi sungai sesuai dengan perda, maka bisa jadi mereka malah kesusahan karena tidak bisa istirahat dengan tenang sebab situasi yang berbeda dengan di pinggir sungai. "Itu adalah culture," kata Soekarwo.
Karena itu, kata dia, hukum dan budaya harus berjalan beriringan. Masyarakat harus turut dibina untuk kesejahteraan bersama. "Karena masyarakat adalah subjek hukum, bukan objek hukum," kata Pakde Karwo, panggilan akrab Soekarwo.
Sementara itu, ketika disinggung mengenai masuknya tenaga asing dan barang impor ke Indonesia, khususnya Jawa Timur, ia mengatakan, selama ini Jawa Timur hanya defensif saat menghadapi pasar bebas.
Namun, lanjut dia, namun sekarang masyarakat Jawa Timur harus lebih ofensif agar perekonomian rakyat kecil tidak dihancurkan perusahaan besar.
"Hukum harus melindungi kepentingan rakyat kecil agar tidak terjadi liberalisme. Karena itu, sebaiknya tenaga kerja asing yang boleh masuk hanya mereka yang transfer teknologi, bukan mencari keuntungan semata," katanya.
Sedangkan untuk masalah barang asing, mulai pertengahan Oktober 2015, akan diadakan percobaan untuk menyeleksi barang yang masuk dari luar Jawa Timur. "Ini dilakukan semata-mata untuk melindungi kesehatan rakyat dan juga melindungi perekonomian lokal," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, negara yang maju tidak hanya punya ekonomi dan politik yang maju, tapi juga perilaku dan sopan santun. "Jadi, negara yang maju adalah negara yang menjaga 'culture' yang baik," ujarnya.
Ketua Laboratorium Hukum Tata Negara Hesti Armiwulan berharap mahasiswa bisa termotivasi setelah mendengar kuliah umum tersebut dan mereka bisa menjadi ahli hukum yang punya kualitas baik.