Kamis 03 Sep 2015 04:32 WIB
Capim KPK

Kecewa Hasil Capim KPK, Komnas HAM: Publik Menaruh Asa Terakhir kepada DPR

Rep: c20/ Red: Hazliansyah
 (dari kiri) Anggota Pansel KPK Betti S Alisjahbana bersama Ketua Pansel KPK Destry Damayanti menunjukan daftar lolos seleksi tahap II usai konferensi pers di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (14/7).  (Republika/Wiihdan Hidayat)
(dari kiri) Anggota Pansel KPK Betti S Alisjahbana bersama Ketua Pansel KPK Destry Damayanti menunjukan daftar lolos seleksi tahap II usai konferensi pers di Gedung Setneg, Jakarta, Selasa (14/7). (Republika/Wiihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) kecewa dengan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah diserahkan oleh tim pansel kepada Presiden Joko Widodo.

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dapat memahami kekecewaan publik terhadap hasil seleksi Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK. Beberapa nama, kata dia, oleh masyarakat sipil dianggap lemah soal perspektif HAM dan komitmen pemberantasan korupsinya dan berpotensi bermasalah dikemudian hari jika masih dipilih oleh Pansel.

Dia berharap DPR bisa terbuka dan memperhatikan kelemahan Pansel KPK dan dengan arif memilah dan memilih mana Capim KPK yang berpotensi bermasalah.

"Saya sungguh percaya masih banyak anggota Komisi III DPR yang berkomitmen untuk pemberantasan korupsi dan pemenuhan HAM yang adil dan beradab," kata Maneger di Jakarta, Kamis (3/9).

Komnas HAM juga menyoroti masalah perspektif HAM. Sebagai pelapor khusus masalah HAM, Maneger kecewa karena tidak dimintai pandangan oleh Pansel berkaitan dengan rekam jejak HAM calon.

"Sesuai dengan keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM, kejahatan korupsi di Indonesia merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes), sehingga secara kelembagaan Komnas HAM berkesimpulan bahwa korupsi adalah pelanggaran HAM," ujar Maneger.

Menurut Maneger, ketegasan sikap Komnas HAM bahwa korupsi sebagai pelanggaran HAM ini merupakan keseimbangan penerapan prinsip doelmatigheid dan penerapan prinsip rechtsmatigheid. Hal itu dapat ditemukan jika majelis hakim dapat mengembangkan pemikiran yang bersifat kontekstual.

"Kejahatan korupsi telah berurat berakar dalam hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga kejahatan korupsi dapat disetarakan dengan jenis pelanggaran HAM yang berat (gross violation of human rights)," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement