REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, potret faktual masalah anak di Indonesia pada dasarnya merupakan hilir dari belum efektifnya penyelenggaraan perlindungan anak.
Pada level kebijakan, norma perlindungan anak dalam UUD 1945, UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014 Atas Perubahan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak.
"Ini semua masih belum maksimal implementasinya. Makanya perlindungan anak belum efektif," katanya Rabu, (12/8).
Indikasinya belum efektifnya peraturan antara lain masih terdapat peraturan perundang-undangan dan kebijakan daerah yang tidak senafas dengan UUD 1945, Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak yang berakibat atau berpotensi merugikan dan menghambat pemenuhan hak-hak anak; masih banyak peraturan termasuk peraturan daerah yang semestinya ada, namun belum ada sehingga tidak ada payung hukum yang menjadi sandaran implementasi dan operasionalisasi bagi penyelenggara perlindungan anak; untuk tingkat daerah, masih sedikit daerah tingkat I dan II yang memiliki Perda Perlindungan Anak yang menempatkan perlindungan anak sebagai sebuah sistem yang holistik dan terintegrasi.
Pada level struktur dan aparatur, terang Susanto, persoalan pada level ini dapat diidentifikasi antara lain para penyelenggara negara di daerah masih beragam tingkat pemahamannya terhadap hak anak. Aparat penegak hukum pun demikian.
UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 35 Tahun 2014 atas Perubahan UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak masih belum menjadi referensi wajib seluruh kepala daerah, para legislator daerah dan aparat penegak hukum.
"Konsekuensinya perlindungan anak belum menjadi program yang diprioritaskan. Belum didukung oleh infrastuktur yang memadai, termasuk suber daya manusia, kelembagaan dan pembiayaannya," ujarnya.