REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan pengacara kondang Otto Cornelius Kaligis sebagai tersangka penyuapan terhadap hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Hal tersebut dianggap telah membuka ‘kotak pandora’ dunia advokasi Indonesia.
“KPK telah membuka ‘kotak pandora’ dunia advokasi Indonesia dan bisa jadi momentum membersihkan berbagai rahasia buram profesi ini,” kata Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI-FHUI), Melli Darsa dalam pernyataan tertulisnya yang diterima ROL, Rabu (22/7).
Ia menambahkan, kasus tersebut juga bisa menjadi titik balik sebagai harapan terhadap profesi advokat. Melli menyatakan, kedapannya para advokat dan praktisi hukum Indonesia bisa menjadi panutan terdepan.
“Advokat harus bisa menjadi panutan dalam memberantas korupsi dan gratifikasi. Sehingga, kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran putusan hukum harus kita kembalikan bersama,” jelas Melli.
Untuk itu, ia mengajak para advokat senior agar bisa menjadi panutan baik bagi rekan-rekan sejawat mereka, termasuk bagi yang lebih muda. Selain itu, ILUNI-FHUI meyakinkan agar para advokat junior berani menolak bila mendapat tugas dari para seniornya yang bertentangan dengan kode etik profesi advokat dan praktisi hukum.
Diketahui, menurut data Indonesia Corruption Watch selama 10 tahun terakhir memaparkan setidaknya ada 10 advokat yang terjerat Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Organisasi yang menaungi para advokat Indonesia harus bersikap transparan dengan mengumumkan nama-nama orang yang sudah diberhentikan atau mundur dari profesi advokat.
Sehingga, menurut Melli, hak-hak masyarakat konsumen jasa hukum dapat terlindungi. Para hakim juga harus bisa menahan godaan dan menyadari ‘ketok palu’ itu tidak ternilai harganya dan harus berani menolak praktik gratifikasi.