REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Mahkaman Konstitusi (MK) telah membatalkan syarat calon kepala daerah yang merupakan keluarga baik adik, kakak atau sepupu dari kepala daerah yang memimpin, untuk melenggang dalam pemilihan kepala daerah selanjutnya. Hal ini dilakukan karena syarat tersebut dianggap diskriminatif.
Menanggapi hal ini, Bupati Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel), Zainuddin Hasan mengaku cukup lega dengan keputusan tersebut. Zainuddin pun siap untuk mengusung sang anak dalam Pilkada serentak di Sulawesi Selatan.
"Ada info saya akan mengusung istri, tapi itu tidak benar. Namun untuk anak, iya saya kemungkinan akan mengusung dia," ujar Zainuddin, Kamis (9/7).
Sementara untuk partai yang akan digunakan anak Zainuddin dalam pilkada serentak pada Desember mendatang, dia belum bisa menentukan partai apa yang akan menjadi mengusungnya. Dia pun mengatakan, akan segera mencari partai tersebut karena waktu untuk pendaftaran maju di Pilkada semakin sempit.
Sementara itu, Gubernur Sulsel Sayhrul Yasin Limpo mengungkapkan, sebagai pejabat negara dirinya mendukung penuh apapun kebijakan dari pemerintah pusat termasuk MK. Terlebih keputusan MK untuk mengekang sanak saudara maju dalam pilkada di daerah yang sama dianggap terlalu diskriminatif.
Hal itu juga tidak sesuai dengan slogan bangsa Indonesia yang terkenal dengan negara demokrasi. "Tidak boleh ada diskriminasi baik dalam hal sosial maupun politik. Karena semua orang saa dihadapan hukum. Maka keputusan MK sebetulnya sudah benar," kata politikus Golkar itu.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan dalam Undang-undang Pilkada, pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dalam UU Pilkada.
Dalam pasal tersebut tercantum aturan mengenai kerabat petahana atau incumbent di dalam sebuah daerah tidak boleh mencalonkan diri di pilkada. Tujuan pasal ini sebetulnya dibuat agar incumbent tidak bisa memanfaatkan kekuasaannya untuk memenangkan saudaranya dalam pilkada atau melanggengkan (menurunkan) kekuasannya kepada keluarga, yang biasa dikenal dengan sebutan politik dinasti.
Namun MK dalam amar putusannya melihat bahwa pasal 7 huruf r ini mengandung diskriminatif. Di mana dalam konstitusi menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dipilih ataupun memilih dalam sebuah pemilu.