REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Musni Umar, mengatakan eksistensi kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) bisa dirunut sejak masa Orde Baru. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan modernisasi mendorong eksistensi kaum LGBT di Indonesia.
“Eksistensi kaum pecinta sesame jenis bisa dirunut sejak Orde Baru. Saat itu kan pertumbuhan ekonomi sedang baik sehingga anak-anak generasi Orde Baru bisa mengenyam pendidikan hingga tingkat tinggi dengan baik,” jelas Musni saat dihubungi ROL, Senin (29/6).
Karena mengenyam pendidikan, mereka mendapatkan banyak terpaan informasi dan budaya. Salah satu terpaan terkait dengan orientasi seksual yang mengarah kepada menyenangi sesama jenis.
“Terutama bagi mereka yang menempuh pendidikan tinggi di luar negeri. Terpaan budaya dari luar, semua dianggap biasa. Lama-lama mereka ikut-ikutan dan mulai membenarkan adanya percintaan sesama jenis,” lanjut Musni.
Saat kembali ke Indonesia, generasi tersebut mau tidak mau membawa kebiasaan hidup mereka sebelumnya. Saat bertemu dengan penyuka sesama jenis di Indonesia, katanya, mereka pun tidak segan untuk saling berbagi.
Jika saat ini jumlah LGBT di Indonesia semakin banyak, hal itu dinilai wajar. Sebab, pertumbuhan mereka telah ada sejak decade 70-an. “Kemajuan teknologi informasi yang mengaburkan batas norma susila juga ikut memicu semakin eksisnya kaum LGBT. Sebab, informasi yang ada bukan hanya sekedar maju, melainkan sarat dengan muatan ajakan (persuasi) untuk meniru budaya yang tidak sesuai dengan budaya bangsa,” tambahnya.