Jumat 26 Jun 2015 17:01 WIB

Kasus Gizi Buruk di NTT Harus Jadi Perhatian Pemerintah

Anak penderita gizi buruk (ilustrasi).
Foto: Antara
Anak penderita gizi buruk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PPP Okky Asokawati menyatakan, kasus gizi buruk di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menjadi perhatian serius semua pihak terutama pemerintah beserta jajarannya.

Okky dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (26/6), mengemukakan keprihatinan atas masalah gizi buruk yang melanda warga di Provinsi NTT hingga mengakibatkan belasan anak meninggal dunia. "Kondisi ini harus menjadi perhatian serius semua pihak," katanya.

Okky mengingatkan pemerintah agar menunjukkan keberpihakan terhadap masalah ketahanan keluarga.

Data mengenai gizi buruk yang melanda anak-anak balita di NTT, yaitu pada kurun waktu Januari-Mei 2015 sebanyak 1.918 dan 11 anak meninggal dunia adalah fenomena gunung es. Bahkan Indonesia menempati peringkat pertama kasus anak atau balita bertambah pendek atau stunting di kawasan Asia Tenggara.

Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun sejak 2007 hingga 2013. "Saya masih melihat bahwa pemerintah belum memiliki keberpihakan pada masalah ketahanan keluarga khususnya masalah pemenuhan gizi bagi anak-anak dan balita," katanya.

Hal itu tecermin dari besarnya anggaran Direktorat Gizi di Kemenkes yang hanya sekitar 7 persen dari anggaran kesehatan sebesar Rp 75 triliun di Kemenkes dalam RAPBN 2016 dan anggaran BKKBN yang hanya berkisar Rp 102 miliar untuk RAPBN 2016.

Masalah gizi dan kependudukkan adalah isu penting yang harus diprioritaskan. Karena kekayaan suatu negara adalah pada kualitas penduduknya. "Presiden Jokowi sudah memiliki Nawacita di mana salah satunya adalah membangun Indonesia dari yang paling luar/timur. Tapi nampaknya hal itu masih jauh," katanya.

Masalah malnutrisi di republik ini harus segera diatasi. Bila tidak iming-iming bonus demografi yang akan dialami oleh bangsa ini pada tahun 2025-2030 justru akan sebaliknya, yaitu menjadi bencana demografi dan akan menjadi beban negara.

"Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Program jangka pendek dan jangka panjang harus segera dirancang," katanya.

Sinergi antara BKKBN dan Kemenkes khusus Direktorat Gizi & KIA harus dilakukan. Apabila pemerintah punya program jumantik, maka BKKBN perlu punya 'armada' yang memeriksa status gizi ke rumah-rumah penduduk secara berkala satu minggu sekali.

PLKB harus digalakkan kembali. Biskuit penambah makanan bergizi harus lebih sering diberikan kepada anak-anak sekolah maupun ibu hamil. "Dan untuk program jangka panjang, maka pendidikkan kesehatan reproduksi sangat perlu diberikan pada remaja-remaja putri di sekolah," katanya.

Karena kualitas kehamilan seorang ibu sangat dipengaruhi oleh kesehatan reproduksinya selagi muda dan pengetahuan yang memadai. Pernikahan usia dini pun di Indonesia juga sangat tinggi. "Sehingga hal itu menimbulkan masalah dalam ketahanan keluarga," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement