REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, ikut buka suara soal kasus 19 anak menderita gizi buruk di Kelurahan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Menurut dia, temuan tersebut sangat wajar jika melihat jumlah balita sebanyak 790 ribu dan prevalensi stunting di Ibu Kota di atas 14 persen.
"Bisa dibayangkan kalau stuntingnya 14 persen. Berarti masih ada sekitar 110 ribu balita stunting di DKI. Wajar dong kalau di Pejaten masih ada 19 anak gizi buruk," kata Hasto melalui keterangan tertulisnya, Kamis (12/1/2023).
Hasto menjelaskan, prevalensi stunting di Jakarta merupakan terendah kedua setelah Bali. Angka prevalensi stunting 14 persen tersebut dia nilai masih cukup baik. Masih ada daerah-daerah lain yang lebih tinggi angka prevalensi stuntingnya ketimbang Jakarta.
Hasto menuturkan, kondisi gizi buruk pada anak tersebut sebetulnya bisa diatasi. BKKBN sendiri, kata Hasto, memiliki program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), di mana para donatur bisa memberikan bantuan untuk melakukan intervensi gizi kepada anak berisiko stunting.
"Di Jakarta banyak pengusaha, banyak orang kaya. Harapan saya program Bapak Asuh Anak Stunting sukses di DKI dan akan cepat menurunkan stunting dan kemiskinan ekstrem," terang dia.
Hasto kemudian menjelaskan cara untuk menjadi BAAS, salah satunya melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Satgas Stunting. Tim dan satgas tersebut yang akan menerima dan mengatur serta memadupadankan data anak berisiko stunting di daerah tersebut agar bisa mendapat bantuan dan pendampingan.
"Di luar DKI ada data keluarga risiko tinggi stunting. Saya kira sistem yang di DKI akan mengatur itu. Tapi khusus DKI punya data sendiri berbasis carik Jakarta," ungkap Hasto.
Meski demikian, Hasto menyatakan akan segera berkomunikasi dengan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, terkait dengan kasus 19 anak menderita gizi buruk itu. Terlebih, Jakarta selama ini tidak mengikuti sistem pendataan yang dimiliki oleh BKKBN.
"Saya akan komunikasikan dengan Gubernur. Selama ini memang DKI tidak mengikuti sistem pendataan BKKBN," ujar dia.
Sebelumnya, dilaporkan 19 anak di Kelurahan Pejaten Barat mengalami gizi buruk dan penyakit penyerta. Kejadian tersebut diketahui berdasarkan hasil identifikasi petugas kelurahan dan puskesmas Pejaten Barat pada September 2022.