REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai terkait dana aspirasi, DPR memang tidak diberi kewenangan untuk menjadi pelaksana dari program pembangunan. Karena fungsinya hanya mencakup pengawasan, penganggaran, dan legislasi.
Tiga fungsi itu saja, lanjutnya, belum dilakukan dengan baik dan optimal. "Tiga fungsi itu saja belum bagus. Jadi jangan menambah fungsi-fungsi lain," kata Indria pada Republika, Kamis (25/6).
Dia sendiri mengaku tidak setuju dengan program dana aspirasi tersebut. "Karena kita tahu DPR prestasinya tidak bagus. Walaupun nantinya uang itu tidak dipegang DPR, tapi selama ada uang di sana, pasti ada korupsi," jelasnya.
Oleh karena itu, Indria menyarankan agar masyarakat harus menunjukan penolakannya terhadap program dana aspirasi tersebut. Hal itu, kata dia, bisa dilakukan dengan cara demonstrasi di Gedung DPR langsung.
Sebelumnya, DPR telah mengesahkan peraturan tentang Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dikenal dengan dana aspirasi dalam sidang paripurna, Selasa (23/6). Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, soal penolakan atau masukan atas peraturan UP2DP ini dapat dilakukan setelah aturan ini disepakati di paripurna.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, masukan dari fraksi yang tidak setuju dapat dibahas di tim UP2DP. Selain itu, aturan ini juga masih membutuhkan masukan dari masyarakat.