Selasa 23 Jun 2015 22:49 WIB

Sekjen PDIP: Politik Dinasti Bukan Masalah tak Perlu Dilarang

Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristyanto.
Foto: Antara
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kritianto menilai politik dinasti bukan masalah besar. Menurutnya politik dinasti juga terjadi di negara-negara lain.

"Politik dinasti ini bukan masalah besar dan seharusnya tidak perlu dilarang," katanya di Jakarta, Selasa (23/6).

Hasto melanjutkan, politik dinasti bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Namun di negara-negara lain juga terjadi, salah satu contoh pada keluarga Bush dan Kennedy di Amerika Serikat.

"Itu merupakan hak semua warga negara untuk menjadi wakil rakyat dan kepala daerah, jangan dibatasi oleh persoalan hubungan keluarga. Ini terjadi di luar negeri juga," katanya.

Menurutnya yang perlu dilakukan seharusnya bukan pembatasan tersebut, namun pendidikan politik pada masyarakat ketika memilih jangan karena silailah dan keturunan siapa.

"Pendidikan masyarakat itu penting, bukan karena lihat anak siapa tapi karena kinerja," ujarnya.

Hasto pun menilai dinasti politik tersebut tidak semuanya buruk namun juga ada yang baik dengan meningkatkan kemampuan anggota di bawahnya melakukan kaderisasi internal dengan rutin.

Isu terkait politik dinasti ini muncul setelah terbitnya Surat Edaran Nomor 302/KPU/VI/2015 yang salah satunya berisi terkait hubungan petahana dan calon kepala daerah pada 12 Juni 2015.

Dalam SE tersebut dijelaskan pada poin pertama bahwa petahana adalah kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masa jabatannya habis, mengundurkan diri atau berhalangan tetap sebelum masa pendaftaran.

Hal ini menjadi penyebab polemik karena dianggap membuka keran politik dinasti karena ketika kepala daerah mengundurkan diri dari jauh hari maka keluarganya bisa langsung mencalonkan diri. Kendati dikritik, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan tidak akan merevisi surat edaran itu.

"Sejak awal kami (KPU) konsultasi, kami sudah memperluas soal lingkup petahana itu, tapi kemudian kami diminta konsisten terhadap aturan UU," jelasnya.

Karena menurutnya dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tidak mengatur ketentuan adanya jeda satu periode antara petahana dan kerabatnya yang akan mencalonkan diri dalam Pilkada.

Namun dalam UU itu diatur mengenai batasan kerabat yang tidak boleh mencalonkan diri jika masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan petahana, yakni antara lain suami, istri, anak, orang tua, kakak, adik, anak, menantu, mertua, dan ipar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement