Selasa 23 Jun 2015 19:26 WIB

Agun Gunajar Kritisi Pengambilan Keputusan Dana Aspirasi

Rep: Bambang Noroyono / Red: Angga Indrawan
Agun Gunanjar Sudarsa
Agun Gunanjar Sudarsa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana aspirasi anggota dewan atau usulan program pembangunan daerah pemilihan (UPDP) lolos dalam paripurna, Selasa (23/6). DPR RI setuju untuk mengundangkan Peraturan DPR tentang Tata Cara Pengusulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan. 

Hanya saja, persetujuan paripurna tersebut tak didukung sejumlah fraksi. Fraksi PDI Perjuangan, Hanura dan Nasdem menegaskan menolak usulan tersebut. Sementara, anggota fraksi partai Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa, menjadi satu-satunya anggota DPR yang melakukan penolakan dengan cara pribadi tanpa melalui suara fraksi.

Anggota Komisi I DPR itu pun mengkritisi pola pengambilan keputusan paripurna ke 33 anggota dewan tersebut. Sebab, semestinya, kata dia, pengambilan suatu keputusan tertinggi di Parlemen haruslah lewat mekanisme suara terbanyak atau voting. 

"Keputusan ini dipaksakan," kata Agun, Selasa (23/6).

Diterangkan olehnya, pengambilan keputusan Peraturan DPR tak bisa dilakukan dengan cara-cara aklamasi. Apalagi, dalam pengambilan keputusan tertinggi di DPR, jika ada satu anggota menyatakan tak setuju, pemimpin sidang diharuskan bermusyawarah agar dilakukan voting. Apalagi, soal UP2DP ini, dikatakan dia, tercatat tiga fraksi terang menolak. Bahkan mengancam untuk walkout. 

"Karena tidak mufakat, harusnya dilakukan voting," ujar dia.

Agun mengungkapkan alasannya mengapa dirinya menolak UP2DP. Berbeda dengan fraksi Golkar, yang setuju dengan usulan tersebut. Kata dia, penolakannya itu adalah hak anggota dewan. Kata dia, UP2DP tak lain adalah fasilitas negara yang diberikan kepada anggota dewan untuk memupuk pencitraan pribadi.

Hal tersebut akan menciptkan kemandegan regenerasi keterwakilan masing-masing daerah di DPR. Sebab, dengan UP2DP, anggota dewan akan mengawetkan pengaruhnya di dapil tersebut. Apalagi, kata dia, anggota DPR tak diberikan batas waktu periodisasi jabatan. Selain itu, UP2DP akan merugikan daerah-daerah dengan keterwakilan yang rendah. 

"Ini (UP2DP) akan menimbulkan ketidakadilan bagi wilayah-wilayah di luar pulau Jawa," ujar dia. Ketua DPP Golkar ini pun mengingatkan, UP2DP membuka celah praktik korupsi anggota dewan dan partai politik (parpol).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement