Senin 08 Jun 2015 20:26 WIB

Pemkab Bandung tak Mampu Atasi Redupnya Produksi Tekstil Majalaya

Rep: C12/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi pabrik tekstil PT Satya Sumba Cemerlang di Ranca Jigang, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Foto: Antara
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat mengunjungi pabrik tekstil PT Satya Sumba Cemerlang di Ranca Jigang, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Pemerintah Kabupaten Bandung kesulitan untuk membenahi persoalan industri tekstil di Kecamatan Majalaya yang terus meredup produksinya hingga kini.

Bupati Bandung Dadang Naser menjelaskan, saat ini masih banyak sarung-sarung hasil produksi Majalaya yang menumpuk di sejumlah gudang perusahaan tekstil di kecamatan tersebut. Padahal, lanjut dia, sebentar lagi masyarakat bakal menyambut bulan Ramadan.

"Dan memang ini yang masih merepotkan kita. Industri kecil dan menengah di Majalaya ini, masih menjadi masalah. Jadi sarung itu masih menumpuk di gudang. Padahal puasa bentar lagi," tutur Dadang, Senin (8/6).

Akibatnya, ia mengakui, beberapa tenaga kerja pun ada yang dirumahkan. Selain dirumahkan, juga ada yang kurangi masa kerjanya menjadi empat hari atau tiga hari dalam sepekan. Untuk itulah, hingga kini pihaknya masih mencari solusi terkait persoalan ini, agar perputaran ekonomi di industri tekstil di Majalaya bisa kembali berjalan.

Terlebih, pemerintah pusat pun sampai turun tangan untuk memberi solusi. Alhasil, berdasarkan keputusan dari pusat, masyarakat diharuskan untuk menggunakan produk tekstil dari Majalaya. "Solusi sampai ke tingkat pusat. Karena ternyata produk kita bersaing dengan barang dari luar negeri," ujar dia.

Persoalan yang dihadapi industri tekstil di Majalaya ini berdampak pada jumlah pengangguran di Kecamatan Majalaya. Dadang pun mengakui, memang masih banyak pengangguran di kawasan Majalaya itu. "Masih banyak memang, itulah yang susah," kata dia.

Menurut dia, hal tersebut terjadi karena banyak kaum urban yang datang ke Kabupaten Bandung untuk mencari kerja. "Dan ini enggak bisa dihindari," tutur dia.

Namun, tetap, berdasarkan aturan ketenagakerjaan, sebuah industri harus mengutamakan warga setempat sebagai tenaga kerjanya. "Harus utamakan putra daerah, meskipun tidak bisa dihindari ada urbanisasi dari daerah lain," ucap dia.

Kendati persoalan meredupnya industri tekstil di Majalaya masih belum berakhir, Dadang tetap mengklaim pengangguran di kabupatennya menurun dari semula 11 persen pada tahun lalu menjadi 8 persen pada tahun ini. "Pengangguran itu kita sudah bisa menurunkan dari 11 ke 8 persen," tutur dia.

Tak hanya itu, soal kewirausahaan, Dadang pun merasa bangga karena pihaknya telah memperoleh penghargaan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO). Kabupaten Bandung mendapat penghargaan dari ILO karena menjadi daerah yang pertama kali memanfaatkan modul kewirausahaan yang diterbitkan ILO.

"Kita dapat penghargaan dari ILO dari PBB karena menggunakan sistem three in one. Ada pelatihan dan penempatan sebelum bekerja di dalam maupun di luar negeri. Dan ini memotong pengangguran," ujar dia.

Sementara itu, terkait kondisi tenaga kerja di Majalaya, menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung, Rukmana, menurunnya tingkat produksi dari industri tekstil di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, telah mengurangi jumlah perekrutan tenaga kerja di perusahaan tekstil di Majalaya. Akibatnya, jumlah pengangguran di Kecamatan Majalaya pun meningkat.

"Perekrutan tenaga kerja di industri tekstil Majalaya tidak seleluasa pada tahun-tahun sebelumnya. Mungkin industri tekstil di sana produksinya lagi menurun sehingga perekrutan tenaga kerjanya tidak leluasa seperti sebelumnya," tutur Rukmana.

Warga asli Kecamatan Majalaya pun menjadi korban hingga akhirnya menjadi pengangguran akibat kondisi tersebut. Padahal, berdasarkan Perda nomor 3 tahun 2013 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan, perusahaan di Majalaya, harus mengutamakan warga lokal terlebih dahulu.

Rukmana menambahkan, ada beberapa hal perusahaan tidak merekrut warga lokal Majalaya. Pertama, karena memang warganya tidak berminat. Apalagi, menurut dia, jarang ada warga yang ingin bekerja di bagian operator. "Ini mungkin saja kurang diminati oleh pemuda di Majalaya," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement