Rabu 27 May 2015 23:16 WIB

Kasus Korupsi Hadi Poernomo Dinilai Pantas Diusut KPK

Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (22/5). (Republika/Agung Supriyanto)
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (22/5). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korupsi dalam ranah pajak tetap layak diusut KPK. Termasuk kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999 yang menyeret mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo.

"Kasus ini tetap layak diusut oleh KPK, putusan hakim praperadilan bahkan menguatkan hal tersebut karena menyatakan bahwa sah atau tidaknya KPK mengusut kasus ini bukan objek praperadilan tapi pokok perkara," kata pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (27/5).

Hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (26/5) memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo. Hakim menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus tersebut. Sebab, sprindik KPK dilakukan penyelidik dan penyidik independen yang pengangkatannya tidak sah.

Namun, hakim tidak mengabulkan permohonan Hadi yang menyatakan KPK tidak berwenang mengusut kasus korupsi di wilayah pajak. Plt Wakil Ketua KPK, Johan Budi mengakui, hingga kini KPK belum membuat keputusan mengenai perlawanan hukum yang akan dilakukan salah satunya menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru bagi Hadi.

"Belum diputuskan, tapi sudah menyiapkan opsi-opsi seperti banding atau kasasi atau PK (Peninjauan Kembali). Kedua mengacu pada putusan MK halaman 106 bahwa penegak hukum bisa mengulangi proses itu artinya bisa menerbitkan sprindik jadi dasarnya ada," tegas Johan.

Johan juga menilai putusan hakim Haswandi berlawanan dengan putusan hakim tunggal Riyadi Sunindyo dalam kasus bekas Direktur PT Pertamina Suroso Atmomartoyo, hakim menyatakan KPK berwenang mengangkat sendiri penyidik yang bertugas untuk melakukan penyidikan serta penahanan. "Tidak usah berdebat soal dalil hukum, contohnya saja putusan hakim praperadilan dalam kasus Innospect yang menyatakan KPK berwenang mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri," kata Johan.

Menrutnya, hal itu menunjukkan tidak ada kepastian hukum dan membingungkan. "Karena itu tidak salah ada anggapan kalau putusan praperadilan ini ada skenario besar untuk memperlemah KPK," sebut Johan.

Padahal Haswandi juga adalah ketua majelis hakim yang memvonis mantan menteri pemuda dan olahraga, Andi Alifian Mallarangeng dan mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. "Hakim Haswandi juga pernah jadi memutuskan tindak pidana korupsi yang diajukan KPK dan juga disidik penyelidik kpk yang bukan dari Polri dan kejaksaan, tidak selalu berasal dari polisi," tambah Johan.

Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan putusan praperadilan tersebut tidak akan berdampak pada kasus-kasus yang sudah berkekuatan hukum. "Ya saya kira, ini secara pribadi putusan praperadilan tidak berlaku surut. Kita tidak menganut asas patuh pada putusan terdahulu," kata Suhadi.

Namun Suhadi mempersilakan bila KPK keberatan dengan putusan itu. "Kalau tidak bisa menerima silahkan saja. Itu kan pendapat dari KPK, upaya hukum praperadilan sudah jelas diatur dalam KUHAP. Dalam KUHAP misalnya keabsahan penangkapan dan penahanan selesai di tingkat pengadilan tingkat pertama. Kemudian penghentian penyidikan dan penuntutan terhenti di tingkat banding. Tapi kalau mengenai penetapan tersangka itu perluasan dari putusan MK yang baru, di situ tidak ditentukan bisa banding atau tidak," tambah Suhadi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement