Ahad 10 May 2015 10:29 WIB

Kerukunan Umat Beragama Jadi Modal Utama Pilkada Kutai Barat

Rep: Indah Wulandari/ Red: Agung Sasongko
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,KUTAI BARAT -- Kerukunan umat beragama dan antarsuku di Kutai Barat menjadi modal utama pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Kami mengadakan khitanan massal bagi umat Muslim dan non-Muslim sebagai wujud merekatkan kerukunan di antara penduduk asli Dayak dan umat Islam, khususnya kalangan Ponpes Assalam," papar pengasuh Pondok Pesantren Assalam Arya Kuning, Barong Tongkok, Kutai Barat KH Arief Heri Setyawan dalam Tasyakuran Khitanan Massal Mubarok 2015, Ahad (10/5).

Agama yang paling pesat berkembang dan memiliki penganut terbanyak di daerah Kutai, terang Kiai Arief, adalah agama Islam. Penganut agama ini terutama adalah suku Kutai dan suku-suku pendatang seperti Banjar, Bugis dan Jawa. Orang-orang Dayak juga ada yang memeluk agama Islam namun jumlahnya tidak terlalu banyak.

Agama Islam mulai dikenal di Kerajaan Kutai Kartanegara pada awal abad ke-16 dan berkembang pada awal abad ke-17, yakni pada masa pemerintahan Sultan Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (sekitar tahun 1635).

Penganut agama Kristen berada di  nomor dua. Mula-mula penyiaran agama ini dilakukan para penginjil dari Jerman dan Swiss. Banyak lagi badan-badan Kristen dan Katholik yang melakukan kegiatan-kegiatan penginjilan di wilayah Kutai. Para pengikut agama Kristen dan Katholik sebagian besar adalah dari suku Dayak.

Selain agama yang disebut diatas, imbuh Kiai Arief, sampai saat ini masih ada sebagian penduduk yang menganut kepercayaan asli setempat, mereka terutama adalah kelompok suku Dayak yang masih sedikit mendapat pengaruh dari luar.

Kepercayaan asli berpusat pada penyembahan roh-roh lain (animisme) serta percaya pada kekuatan yang tersembunyi dibalik benda-benda alam (dinamisme). Penganut kepercayaan ini memiliki berbagai macam upacara baik yang berhubungan dengan siklus hidup dan kehidupan manusia.

Interaksi antarsuku di Kutai Barat seperti Dayak Benuaq, Dayak Tunjung dengan suku Jawa, Bugis, Madura, dan Padang juga ikut dijaga.

"Sehingga pendekatan dalam syiar dakwah kami tidak bersifat memaksa, meski mualaf, rata-rata mereka masih ada yang makan babi, tongkok (berjudi), dan hal-hal yang tidak sesuai syariat Islam. Maka, dengan acara-acara melalui pendekatan ekonomi, budaya, dan sosial seperti nikah massal serta khitanan massal," cetus Kiai Arief.

Menilik semangat Kiai Arief, Bupati Kutai Barat Ismael Thomas dalam sambutannya ikut mendukung cara pendekatan tersebut.  Pemerintah, terang Thomas, ikut membangun secara pendekatan adat.

Implementasinya, pihaknya ikut membantu membangun Islamic Center, Catholic  Center, dan Christian Center di dalam satu kompleks di sekitar Sendawar, Kutai Barat. "Itulah cara pembersihan diri melalui kegiatan yang multikultur," kata Thomas secara tertulis.

Ia pun optimistis, kondisi saling menghormati dan menghargai ini bisa menjadi modal utama jelang pilkada medio Desember 2015 nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement