REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri Energi dan sumber Daya Mineral sekaligus mantan menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengharapkan keadilan kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya mohon Pak Presiden Jokowi. Bapak mengenal saya dengan baik. Saya merasa diberlakukan tidak adil. Pak Wapres. Pak JK, saya lima tahun di bawah bapak," kata Jero sebelum masuk ke mobil tahanan di gedung KPK Jakarta, Selasa (5/5).
KPK menahan Jero seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pada sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatannya periode 2011-2013. Jero ditahan sejak 5 sampai 24 Mei 2015 di rutan kelas 1 di Cipinang Jakarta Timur.
"Pak SBY juga, Pak Presiden ke-6, karena saya diperlakukan seperti ini. Saya mohon dibantu. Saya tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Saya merasa ini ketidakadilan, seharusnya warga negara semua sama diperlakukan. Itulah mengapa saya tidak mau menandatangani Berita Acara Penahanan," tambah Jero.
Jero pun memohon dukungan bagi dirinya dari keluarga dan masyarakat. "Terakhir, untuk istri dan anak-anak, keluarga di Bali, masyarakat Indonesia pada umumnya yang mengenal saya. Mohon doanya agar saya tabah dan tawakal, dan sabar menjalani proses hukum. Kepada awak media, terima kasih Anda sudah saya ajak bergaul sekian puluh tahun," ungkap Jero.
KPK menyangkakan Jero dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP. Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif. "KPK misalnya memanggil sejumlah saksi biro Keuangan ESDM untuk mencari tahu mekanisme penganggaran baik mekanisme pemasukan maupun pengeluaran di DOM maupun proses-proses pengadaan yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh JW," tambah Priharsa.
KPK juga menyangkakan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang sehingga merugikan keuangan negara kepada Jero selaku Menbudpar periode 2008-2011. Jero disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.