REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat internasional, Teuku Rezasyah berpendapat, Pemerintah Indonesia merasa percaya diri, sehingga hukuman mati terhadap terpidana mati kasus narkoba dilakukan secara serentak.
"Karena, Indonesia telah menjalankan seluruh prosedur hukum secara adil, benar, obyektif, dan konsisten, yang dapat dibenarkan secara hukum positif di Indonesia," ujar Teuku kepada ROL, Selasa (28/4).
Indonesia, kata dia, juga telah mengkomunikasikan seluruh tahapan hukum yang akan dilakukan ke seluruh negara yang warganya merupakan terhukum. Termasuk memberikan hak-hak para terpidana tersebut. Indonesia, sambung dia, juga yakin mampu mempertahankan kebijakannya dari gelombang aksi protes internasional atas penjatuhan hukuman mati tersebut.
Kemudian, akibat pelaksanaan hukuman mati terhadap hubungan bilateral dengan negara asal terpidana kemungkinan akan terjadi krisis. Di mana pemerintah dan masyarakat asing tersebut akan menyatu secara psikologis, selanjutnya menyampaikan kritik dan sanksi sesuai tingkat kapabilitas mereka atas Indonesia.
Sementara negara industri maju cenderung memberikan sanksi ekonomi dan mengancam menarik duta besar mereka untuk sementara waktu. Sedangkan negara sedang berkembang hanya sebatas mengkritik saja.
"Seiring berjalan waktunya dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi RI, kemajuan demokratisaasi RI, dan kredibilitas internasional RI, biasanya mereka sadar akan perlunya memelihara hubungan baik untuk jangka panjang, daripada secara membabibuta mengkritik. Karena para terhukum mati tersebut sudah jelas melakukan kejahatan yang membahayakan kemajuan peradaban RI," jelasnya.