Rabu 22 Apr 2015 20:33 WIB
Konferensi Asia Afrika 2015

Pesan Bandung Bakal Ditandatangani Besok

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Indira Rezkisari
Persiapan KAA: Jl Asia Afrika lengang saat simulasi puncak prosesi Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di kawasan Gedung Merdeka, Jl Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (22/4). Menjelang puncak KAA pada 24 April 2015, lokasi tersebut saat ini sudah diseterilkan
Foto: Edi Yusuf/Republika
Persiapan KAA: Jl Asia Afrika lengang saat simulasi puncak prosesi Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di kawasan Gedung Merdeka, Jl Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (22/4). Menjelang puncak KAA pada 24 April 2015, lokasi tersebut saat ini sudah diseterilkan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 yang digelar di Jakarta dan Bandung akan melahirkan tiga dokumen, salah satunya adalah Pesan Bandung.

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Thamrin mengatakan, dokumen Pesan Bandung telah selesai dibahas oleh delegasi negara-negara Asia dan Afrika. Yuri mengatakan, dokumen tersebut ditargetkan dapat ditandatangani pada Kamis esok (23/4).

"Kalau melihat pernyataan para kepala negara dan kepala pemerintahan, kita optimistis dokumen itu akan disahkan oleh Konferensi Asia Afrika besok," ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta Convention Center, Rabu (22/4). Yuri menjelaskan, Pesan Bandung akan berisi target-target yang harus dicapai serta rencana kerjasama yang akan dijalin negara Asia Afrika, mulai dari isu demokrasi, HAM, pemerintahan, sampai reformasi PBB.

Sebelum difinalkan dalam KAA, dokumen Pesan Bandung telah dibahas oleh perwakilan Indonesia di PBB yang bermarkas di New York.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsoedi mengatakan, Pesan Bandung akan fokus mengangkat isu demokrasi. "Saya kira semua orang akan setuju terkait perlunya demokrasi. Salah satu paragraf di Bandung Message itu ada masalah demokrasi," kata dia di Jakarta Convention Center, Ahad (19/4).

Retno menjelaskan, dipilihnya isu demokrasi dalam Pesan Bandung didasari pada perkembangan dunia saat ini. Dia menilai, demokrasi dan toleransi di tingkat dunia perlu ditingkatkan demi menciptakan perdamaian global.

"Salah satu situasi yang memang kita lihat adalah masalah perlunya ditingkatkan toleransi antarumat manusia," ucap menteri luar negeri perempuan pertama yang dimiliki Indonesia tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement