REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Migrant Institute Adi Candra Utama mengatakan, kasus hukuman mati kepada Siti Zaenab di Arab Saudi menjadi kasus kesekian kalinya yang mencederai peran negara. Tahun 2011, hukuman mati juga dijatuhkan kepada Ruyati tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.
"Kasus ini terjadi secara terulang-ulang. Padahal setiap negara memiliki kedaulatan untuk menentukan hukum dan norma yang berlaku," kata Adi, Kamis, (16/4).
Seharusnya, ujar dia, ini menjadi tamparan bagi pemerintah Indonesia dalam melindungi buruh migran di luar negeri. Ini adalah bukti negara gagal dalam mendampingi dan melindungi warganya di luar negeri.
Padahal Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri (pasal 6). Selain itu, penempatan TKI di luar negeri oleh pemerintah hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis dengan negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
Pasal 27 ayat 1 menambahkan, penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan di negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan untuk melindungi tenaga kerja asing.
Oleh karena itu, sebagai pertimbangan keamanan, pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI dengan Peraturan Menteri. Berdasarkan pasal 27 Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 maka seharusnya pemerintah tidak menempatkan buruh migran ke negara yang tidak memiliki peraturan perundangan yang melindungi tenaga kerja asing.
Makanya seharusnya pemerintah tidak usah mengirim TKI dan TKW ke Arab Saudi karena negara tersebut tidak memiliki peraturan perundangan yang melindungi tenaga kerja asing.