Selasa 20 Mar 2018 18:33 WIB

Eksekusi Mati TKI, JK: Kita Harus Pahami Hukum Negara Lain

Wapres JK berharap masyarakat Indonesia memahami hukum di Arab Saudi.

Rep: RizKy Jaramaya/ Red: Bayu Hermawan
Jusuf Kalla
Foto: Republika
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Arab Saudi telah melaksanakan eksekusi hukuman mati terhadap Muhammad Zaini Misrin Arsyad, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI), Ahad (18/3). Terkait hal tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, masyarakat Indonesia harus memahami hukum yang berlaku di negara lain.

Sebab, JK mengatakan, Pemerintah Indonesia juga menerapkan hukuman mati terhadap beberapa orang yang terkait kasus narkoba. Selain itu, JK juga berpesan kepada para TKI yang ada di luar negeri agar tidak melanggar hukum atau melakukan tindak kejahatan di negara yang bersangkutan.

"Sama juga kita harapkan orang memahami hukum di Indonesia, kita sudah hukum mati beberapa orang terkait narkoba. Jadi, saling mengerti. Kalau Anda berada di suatu negara, ya jangan melanggar hukum di negara itu," ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa (20/3).

JK menyampaikan duka cita atas eksekusi mati yang menimpa Zaini Misrin. Di sisi lain, dia juga meminta agar masyarakat untuk memahami jika ada warga negara Indonesia berbuat salah di negara lain maka berlaku hukum di negara tersebut.

"Sama juga di Indonesia, jangan lupa kita tidak asal marah saja, kita juga hukum mati orang," kata JK.

JK mengatakan, eksekusi mati TKI Zaini bukan tanpa pemberitahuan. Sebab, pemerintah telah melakukan puluhan kali pertemuan dengan pihak otoritas Arab Saudi. Akan tetapi, hukum di Arab Saudi memutuskan bahwa Zaini harus dieksekusi mati. Karena itu, JK berpesan agar masyarakat Indonesia harus memahami hukum yang berlaku di negara lain.

"Pemerintah sudah berusaha, tapi kita juga harus memahami hukum yang berlaku di negara lain," kata dia.

Zaini Misrin divonis pengadilan terbutki bersalah atas pembunuhan majikannya, yakni Abdullah bin Umar Muhammad al-Sindy. Zaini Misrin yang berprofesi sebagai sopir ditangkap oleh kepolisian Arab Saudi pada 13 Juli 2004 dan divonis pada 17 November 2008.

Upaya pemerintah melakukan pembelaan terhadap Zaini Misrin juga telah dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). pada Januari 2017, Presiden Jokowi menyampaikan surat kepada Raja Saudi yang intinya meminta penundaan guna memberikan kesempatan kepada pengacara untuk mencari bukti-bukti baru. Lalu, pada bulan Mei 2017, surat Presiden ditanggapi Raja yang intinya menunda eksekusi selama enam bulan.

Kemudian, pada September 2017, Presiden kembali mengirimkan surat kepada Raja yang intinya menyampaikan bahwa Tim Pembela Zaini menemukan sejumlah novum atau bukti baru. Salah satunya adalah kesaksian penerjemah. Selain itu, meminta perkenan Raja untuk dilakukan peninjauan kembali (PK) atas kasus ini.

Adapun hukum tindak pidana di Arab Saudi terbagi menjadi dua, yakni aammah (umum) dan syaksyiyyah (pribadi). Hukum syaksyiyyah ini sangat bergantung pada pengampunan ahli waris, intervensi negara maupun raja tidak berlaku. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Zaini Misrin ini termasuk kategori syakhsiyyah sehingga Pemerintah Arab Saudi tidak bisa mengintervensi lebih jauh.

Hal tersebut dibenarkan oleh JK. Menurut dia, seorang pelaku kasus pembunuhan di Arab Saudi bisa bebas dari hukuman mati jika keluarga korban memaafkan. Apabila sudah dimaafkan, pelaku kasus pembunuhan harus membahar diyat atau denda kepada keluarga korban.

"Karena dia (Zaini Misrin) pembunuhan dan di sana itu kalau pembunuhan hanya bisa dimaafkan oleh keluarga. Nah, kalau keluarganya tidak mau maafin, ya ndak bisa lagi (bebas dari eksekusi mati)," ujar JK.

Eksekusi mati terhadap TKI di Arab Saudi sudah terjadi beberapa kali. Sebelumnya, pada 2015 seorang TKI asal Jawa Tengah, yakni Satinah, berhasil dibebaskan dari hukuman mati berkat upaya keras dari pemerintah. Menurut JK, kasus Satinah ini berbeda dengan kasus Zaini. Sebab, pada kasus Satinah, keluarga korban bersedia memberikan maaf dengan diyat. Sedangkan, terkait dengan kasus Zaini, keluarga korban tidak bersedia memaafkan sehingga dia harus dieksekusi mati.

"Yang dulu (Satinah) kan (keluarga korban) minta uang diyat, ini (kasus Zaini) tidak mau (membayar diyat). Pokoknya dia marah bapaknya terbunuh, ya itu kita tidak pahami, tapi itu hukum di situ (Arab Saudi), tentu kita bisa pahami itu," kata JK. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement