REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Program Divisi Monitoring Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas menilai persoalan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta bisa jadi skandal penyimpangan APBD terbesar di Indonesia.
“karena APBD DKI Jakarta merupakan APBD terbesar,” ujar Ilyas dalam konferensi pers Pemaparan Hasil Temuan Sementara Kecurangan Proyek Lelang Pemprov DKI di kantor ICW, Jakarta, Senin (9/3).
Pernyataan tersebut diungkapkan Ilyas mengingat jumlah APBD DKI Jakarta yang besar jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh banyaknya jumlah perusahaan pemenang tender proyek pengadaan Uninterruptible Power Suplly (UPS) dan sarana prasarana pendidikan DKI Jakarta tahun anggaran (TA) 2014 yang dinilai bermasalah.
Berdasarkan penelusuran ICW, dari 50 paket realisasi pengadaan UPS di DKI Jakarta hanya dimenangkan oleh 39 perusahaan. Maka, kata Ilyas, ada perusahaan yang memenangkan lebih dari satu paket pengadaan UPS.
Lebih lanjut, Ilyas menuturkan bahwa 39 perusahaan tersebut juga merupakan “pemain lama” dalam proyek pengadaan barang dan jasa di DKI Jakarta. Artinya, dari TA 2012 – 2014 perusahaan-perusahaan tersebut kerap memenangkan proyek tender pengadaan barang dan jasa, tidak hanya di Dinas Pendidikan melainkan juga di SKPD yang lain.
“Dari sebagian proyek-proyek yang mereka menangkan adalah proyek-proyek yang diduga bermasalah,” ungkap Ilyas.
Untuk proyek pengadaan UPS saja, total proyek yang sudah dimenangkan oleh 39 perusahaan itu sebanyak 197 paket dengan nilai total anggaran sebesar Rp 875,871 miliar. Perusahaan pemenang proyek tersebut diantaranya PT Debindo Jaya, memenangkan 16 proyek dengan nilai anggaran Rp 73,7 miliar dan PT Dinamika Airufindo Persada memenangkan 17 proyek dengan nilai Rp 74,6 miliar.
Ilyas juga menilai persoalan penyimpangan APBD DKI Jakarta ini dapat melibatkan banyak pihak. Tidak hanya di internal, seperti lembaga eksekutif pemerintahan, SKPD, dan dinas-dinas di DKI Jakarta. Namun, juga kepada mekanisme politik anggaran yang melibatkan lembaga legislatif.
“Ini akan melibatkan DPRD, akan melibatkan dana rekanan penyumbang atau afiliasi supporting politik dan juga menyeret pihak ketiga,” jelas Ilyas.