Senin 12 Jan 2015 08:56 WIB

Soal Kapolri, Presiden Sebaiknya tidak Tunduk Tekanan Politisi

Mantan kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mantan kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Pendidikan Polisi (Lemdikpol) Komjen Budi Gunawan ditunjuk menggantikan Jenderal Sutarman sebagai kepala Polri. Penunjukan itu sudah atas persetujuan Presiden Jokowi. Sayangnya, dalam pemilihan kepala Polri sekarang, Jokowi tidak melanjutkan tradisi baik yang diterapkan presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada era SBY, pemilihan kepala Polri selalu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Mantan kepala PPATK Yunus Husein menyesalkan keputusan Jokowi tersebut.

"6. Mengapa Presiden masih mencalonkan yang bersangkutan sebagai calon Kapolri? Bukankah hal ini akan mengurangi kepercayaan masyarakat pada Presiden atau pemerintah dan Polri," katanya melalui akun Twitter, @YunusHusein. (Baca: Eks PPATK: Diusulkan Jadi Menteri, Budi Gunawan Dapat Rapor Merah)

Yunus mengingatkan, kalau masyarakat mempertanyakan keputusan penunjukan Budi Gunawan sebagai kepala Polri, konsekuensinya institusi Polri akan sulit mendapat simpati dari rakyat. Pun dengan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah bisa juga turun.

"7. Percayalah Pemerintahan dan institusi Polri tidak dapat menjalakan tugas dengan baik dan efektif tanpa dukungan dan kepercayaan masyarakat luas," ujarnya.

Dia menyatakan, sebaiknya Jokowi tidak mempedulikan tekanan politik pihak tertentu, dan lebih mendengarkan masukan dari masyarakat luas.

"8. Seharusnya Presiden mempertimbangkan hal-hal tersebut, kuat dan tidak tunduk pada tekanan politisi dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi atau golongan," kata Yunus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement