Rabu 07 Jan 2015 21:48 WIB

Guru JIS: Keterangan Saksi Korban tak Masuk Akal

dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ferdinant Tjong, guru Jakarta Intercultural School (JIS) yang menjadi terdakwa kasus dugaan kekerasan seksual di sekolah itu mengaku bingung dengan semua keterangan saksi korban, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa (6/1) malam kemarin.

"Semua keterangan saksi korban MAK sangat membingungkan dan tidak ada fakta-fakta yang berhubungan dengan saya. Kasus ini benar-benar dipaksakan," tegasnya.

Sementara kuasa hukum Ferdinand, Henock Siahaan menjelaskan dalam keterangan MAK melalui teleconference penentuan nama Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman sebagai guru yang melakukan tindakan asusila dilakukan dengan melihat foto-foto di Year Book (Buku Tahunan) JIS, di rumah OA, ayah dari DA, anak yang juga diduga menjadi korban dalam kasus ini.

MAK mengatakan Neil melakukan kekerasan asusila sambil berdiri dan saat itu juga ada beberapa petugas kebersihan di toilet. Pengakuan ini sangat janggal karena postur tubuh Neil sangat tinggi selayaknya postur orang Eropa.

"Sementara postur tubuh MAK yang masih anak-anak, jauh lebih pendek. Hal ini membuat ceritanya menjadi sangat janggal dan tidak masuk logika," ujarnya, Rabu (7/1).

Ia melanjutkan, MAK menjelaskan setiap akan disakiti, pelaku menggunakan magic stone sehingga dirinya tidak takut dan tidak merasakan apa-apa. Menurut MAK, magic stone tersebut diambil dari langit oleh pelaku dengan cara menggunakan pesawat terbang.

‎Kejanggalan lainnya adalah, MAK mengatakan, bila ingin ke toilet lagi, MAK mengaku diantar oleh Miss Marina. Hal ini karena MAK takut ke toilet lagi setelah disakiti. Padahal kenyataannya, Miss Marina merupakan guru MAK saat anak tersebut masih di play group, bukan di TK.

"Jadi bila benar, akan sangat memakan waktu menunggu Miss Marina yang saat itu sudah tidak menjadi guru MAK lagi dan mengajar di lain kelas, untuk mengantar anak tersebut ke toilet," ujarnya.

Henock juga menilai, semua keterangan MAK seperti cerita fiksi dan celakanya hal itu dijadikan dasar untuk menetapkan dua guru tersebut sebagai terdakwa.

"Hukum itu harus masuk logika dan rasional. Makanya ilmu hitam, sumpah pocong dan sejenisnya tidak termasuk dalam hukum. Akan tetapi sayangnya, semua cerita anak-anak yang sangat tidak masuk logika dan rasional dijadikan landasan untuk tindak lanjut proses hukum kasus ini sejak awal," jelasnya.

Salah satu hasil persidangan yang juga sangat mendukung kejanggalan kasus ini, menurut Henock, adalah MAK tidak menunjukkan tanda takut atau trauma ketika melihat Neil dan Ferdi. ‎

Sebagai catatan Ferdi adalah asisten guru SD dan Neil adalah wakil kepala sekolah yang tidak mengajar murid di kelas. Sementara anak-anak yang mengaku menjadi korban adalah anak-anak murid TK di JIS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement