REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan perkara korupsi bus Transjakarta dengan terdakwa Drajat Adhyaksa dan Setiyo Tuhu, kembali digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (8/12). Agenda sidang adalah pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU).
Salah satu saksi, Eko Haryanto, mengaku tidak melakukan pengecekan secara menyeluruh terhadap bus-bus TransJakarta yang didatangkan dari Cina pada 2013. Padahal, tugas tersebut menjadi bagian dari tanggung jawabnya selaku Ketua Panitia Penerima Hasil Pekerjaan dalam proyek pengadaan tersebut.
"Pemeriksaan yang kami lakukan hanya secara visual, yaitu mengecek apakah jumlah bus yang didatangkan memang sesuai dengan kontrak," kata Eko saat bersaksi dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/12).
Eko menjelaskan, dari 14 paket pengadaan bus transJakarta yang dilelangkan pada 2013, hanya empat paket yang sudah dibayarkan dan beroperasi.
Rinciannya adalah Paket 1 articulated bus (bus gandeng) oleh PT Citra Murni sebanyak 30 unit, Paket 2 single bus oleh PT Ifani Dewi sebanyak 30 unit, Paket 4 articulated bus oleh PT Mobilindo sebanyak 30 unit, serta Paket 5 articulated bus oleh PT Ifani Dewi sebanyak 29 unit.
"Menurut kesepakatan kontrak, tiap-tiap paket tersebut harusnya terdiri dari 30 unit bus. Namun, dalam proses penerimaan Paket 5, pihak PT Ifani Dewi mengatakan bahwa pabrik di Cina baru bisa menyediakan 29 unit," kata Eko.
Terkait pengecekan spesifikasi bus, Eko mengaku tidak melakukannya. Dia hanya mengecek beberapa sampel dari sejumlah bus yang diimpor dari Cina oleh PT Ifani Dewi, PT Mobilindo Armada Cemerlang, dan PT Korindo Motors.
"Dari tiap-tiap paket, kami hanya menguji tiga unit sampel untuk mengetahui apakah busnya memang berfungsi atau tidak. Mulai dari AC, lampu, hingga pintunya. Tetapi, kami tidak melakukan cek spesifikasi yang menyeluruh terhadap semua bus," aku Eko.