Kamis 04 Dec 2014 18:00 WIB

Silaturahim BNPT-Ulama, HTI: Tegaskan Dulu Siapa Itu Teroris

Rep: c14/ Red: Joko Sadewo
Terorisme (ilustrasi).
Foto: peoplefirstindia.org
Terorisme (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, meminta agar negara tidak menjadi menafsir tunggal dari terorisme. Ulama harus dilibatkan dalam merumuskan pengertian terorisme.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan sekitar empat ratus orang ulama akan menggelar silaurahim di ondok Pesantren Al Hikam, Depok, Jawa Barat, pada 6-8 Desember 2014. Silaturahim itu rencananya akan merumuskan format yang tepat antara pemerintah dan pihak ulama dalam meredam terorisme di Indonesia.

Terkait dengan hal ini, Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, menegaskan, silaturahim akan percuma bila istilah terorisme hanya didefinisikan oleh pihak negara. "Tegaskan dahulu secara jujur siapa itu teroris," kata Ismail Yusanto saat dihubungi oleh Republika Online (ROL)// di Jakarta, Kamis (4/12).

Bila teroris diartikan sebagai individu, kelompok, atau bahkan lembaga resmi yang menggunakan kekerasan sebagai jalan mencapai tujuan, menurut Ismail, maka definisi terorisme menjadi timpang. Sebab, yang seringkali melakukan kekerasan secara terbuka justru pihak yang hendak menangkal terorisme alias negara sendiri.

Dalam praktiknya, Ismail menjelaskan, negara demikian dapat direpresentasikan antara lain oleh Amerika Serikat dan sekutunya. "Bukankah isu terorisme tidak lepas dari seruan Presiden Bush, either to join with us, or with the terrorists?" tanya Ismail.

Karenanya, Ismail berharap, dalam silaturahim tersebut pemerintah Indonesia membuka ruang dialog dengan para ulama untuk sama-sama secara jujur merumuskan apa itu terorisme. Ini penting agar para ulama tidak menjadi perpanjangan tangan penguasa sebagai penafsir tunggal definisi terorisme.

Ismail juga berharap silaturahim itu akan mencabut aturan yang represif, seperti National Security Act (NSA). "Banyak kasus, misalnya di Bima, NTB. Seseorang ditembak mati ketika sedang shalat hanya karena dia terduga teroris. Padahal, terduga koruptor saja tidak sampai diperlakukan begitu," ungkap Ismail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement