Kamis 04 Dec 2014 15:41 WIB

Pengamat: Program 'Kartu Sakti' Jokowi Jangan Tiru BLT

 Presiden Joko Widodo memberi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) secara simbolis pada warga yang berhak di Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/11). (Republika/ Yasin Habibi)
Presiden Joko Widodo memberi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) secara simbolis pada warga yang berhak di Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/11). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat Kebijakan Pelindungan Sosial Universitas Gadjah Mada, Mulyadi Sumarto mengatakan program "kartu sakti" yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo, harus lebih baik dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diterapkan oleh mantan Presiden Susilio Bambang Yudhoyono.

"Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintas (KIP) harus bisa dirancang lebih baik dari pendahulunya (BLT)," katanya di Yogyakarta, Kamis (4/12).

Mulyadi mengatakan pemerintah seharusnya fokus untuk memperkuat sistem dan meletakkan fondasi kelembagaan yang lebih mapan. Tujuannya, katanya, agar nilai moral dari distribusi kesejahtertaan itu bisa tercapai.

"Bukan kemudian mengurus tataran permukaannya saja dengan mengubah nama program," kata dia.

Menurut dia, penggantian nama program bantuan pemerintah menjadi "Kartu Sakti" jangan sampai menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, terutama bagi rumah tangga miskin sebagai sasaran program, serta pelaksana teknis di lapangan.

Menurut dia, hingga kini implementasi "Kartu Sakti" belum memiliki petunjuk teknis (Juknis) pelaksaan program. Tanpa kejelasan Juknis, kata dia, program itu justru dapat menempatkan masyarakat di dalam risiko konflik penerimaan bantuan itu.

Direktur Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat Bappenas Vivi Yulaswati mengakui program kompensasi dalam bentuk uang tunai yang selama ini dijalankan pemerintah untuk meredam lonjakan inflasi jangka pendek.

"Bantuan sosial tidak bisa melindungi rumah tangga dari berbagai sumber kerentanan. Maka perlu dibangun sistem perlindungan sosial yang komprehensif," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement