Jumat 14 Nov 2014 14:49 WIB

'Inpres Jokowi Soal Kartu Sakti Bukan Payung Hukum'

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Mansyur Faqih
Margarito Kamis
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Margarito Kamis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum tata negara Margarito Kamis menuturkan, Insruksi Presiden (Inpres) No 7/2014 yang dikeluarkan Joko Widodo (Jokowi) tidak dapat dijadikan sebagai payung hukum penyelenggaran program KKS, KIP, dan KIS. 

Menurutnya, payung hukum semua program tersebut mesti berupa undang-undang beserta turunannya. Seperti peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres).

"Inpres itu bukan hukum, melainkan hanya menggambarkan kebijakan yang diambil presiden. Bentuk inpres itu bisa tertulis, bisa juga tidak," ujar Margarito kepada Republika, Jumat (14/11).

Margarito berpendapat, jika Jokowi ingin KIS, KKS, dan KIP memiliki payung hukum, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah UU APBN 2014. 

Karena program sosial yang dianggarkan dalam undang-undang tersebut hanya berupa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Keluarga Harapan, dan Bantuan Siswa Miskin (BSM). 

"Jokowi harus ubah UU APBN 2014 dulu, karena di situ tidak disinggung soal KIS, KKS, dan KIP. Setelah itu, barulah dijabarkan dalam bentuk PP dan perpres. Bukan inpres," jelasnya.

Sebelumnya, Jokowi dikatakan telah menandatangani Instruksi Presiden Nomor 7/2014 pada 3 November 2014. Inpres tersebut tentang pelaksanaan program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sehat untuk membangun keluarga Produktif.

Kepada sejumlah menteri dan pejabat terkait, Jokowi menginstruksikan untuk mengambil langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Khusus kepada Menko PMK, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk meningkatkan koordinasi pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program Simpanan Keluarga Sejahtera, KIP, dan KIS.

Di samping itu, Menko PMK juga diminta meningkatkan koordinasi penanganan pengaduan masyarakat terkait pelaksanaan program tersebut dengan melibatkan menteri terkait, para gubernur, bupati/wali kota, dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement