REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Peluncuran tiga kartu jaminan sosial di pemerintahan Presiden Jokowi mengundang keheranan karena terdapat keanehan dalam prosedur pelaksanaannya.
“Setidaknya ada tiga hal yang patut dipertanyakan. Pertama, dari mana pos anggarannya, padahal para menteri belum ada yang rapat dengan DPR,” beber Perwakilan dari Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia Rozaq Asyhari, Selasa (4/11).
Semua anggaran yang digunakan dari APBN harus dibahas dan ditetapkan bersama antara pemerintah dan DPR. Apalagi program ini disebut peruntukannya bagi 1,289 juta masyarakat miskin, dengan total anggaran sebesar Rp 6,44 triliun.
Hal aneh lainnya, jelas Rozaq, terkait mekanisme penganggarannya. Hanya dalam dua pekan, uang bisa dibagi-bagi langsung ke masyarakat.
"Bukankah penggunaan anggaran tersebut harus sesuai dengan prosedur keuangan negara. Ini hampir mustahil direncanakan dan dieksekusi hanya dalam dua pekan,"kata Rozaq.
Keganjilan selanjutnya terkait operatornya dan bagaimana mekanisme pengadaannya. Pengadaan kartu dan lain sebagainya harus dilakukan dengan mekanisme tender, tidak bisa digunakan mekanisme penunjukan langsung.
“Ini program dengan rekor tercepat yang pernah direalisasikan,” jelas Rozak.