REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbedaan cara pandang hukum Politikus partai Gerindra M.Taufik dan PLT Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama seakan tak ada ujungnya. Belakangan, gencarnya peryataan Taufik yang mengatakan Basuki tidak otomatis menjadi Gubernur, dinilai sebagai sebuah keinginan untuk menjadi orang nomor satu DKI.
Terkait hal diatas, pakar hukum administrasi negara dari Universitas parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, bisa saja keinginan tersebut ada. Namun hal itu menjadi sesuatu yang lumrah, apabila bisa diutarakan dengan argumentasi hukum yang kuat. "Bisa jadi Motif itu ada"ujarnya saat dihubungi ROL, Jumat (26/10).
Menurut Asep, keinginan itu mencuat karena mungkin saja dilandaskan denagan berbagai pertimbangan.
Antara lain Taufik melihat bahaya kepemimpina Basuki bisa menyebabkan konflik, dan sebagainya apabila menjadi Gubernur.
Sehingga ia bisa mencoba menggunakan ketentuan yang kira-kira bisa menghambat atau meniadakan peluang pria yang akrab disapa Ahok tersebut. Asep menuturkan hal itu sah-sah saja, karena dalam proses politik, semua bisa terjadi.
Selama keinginan itu dkemukakan dengan dasar hukum, mengunakan legalitas, dan normatif. Menurutnya, yang menjadi masalah kalau Taufik mengunakan segala cara agar Ahok tidak menjadi gubernur.
Tapi kalau dengan pendekatan peraturan, itu sah-sah saja. "Itu situasi politik,"kata dia.
Selanjutnya, Asep menerangkan, secara logika hukum, aturan terbarulah yang dipakai. Aturan lama sudah tidak berlaku karena telah dicabut. Namun menurutnya, jalan terbaik untuk mendapat kepastian aturan mana
yang dipakai adalah berkonsultasi dengan kementrian dalam negeri. "Lebih tepatnya, semua kembali berkonsultasi dengan kemendagri,"ujarnya.