REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat paripurna DPR mengesahkan Undang-Undang Pemerintah Daerah pada Jumat (26/9). Berbeda dengan UU Pilkada, pengesahan UU Pemda yang juga berasal dari pecahan UU Nomor 32 Tahun 2004 berlangsung dengan proses yang cepat.
Namun sebelum disahkan, DPR dan pemerintah sepakat mencabut satu pasal tentang larangan rangkap jabatan kepala daerah di partai politik. Aturan yang tertuang dalam Pasal 76 ayat 1 huruf 1 itu sebelumnya sudah disepakati pada rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi II DPR.
Setelah proses lobi pimpinan fraksi yang cukup singkat, disepakati pasal tersebut dicabut. Gubernur dan bupati/walikota tetap diperbolehkan menjabat sebagai pimpinan parpol di daerah masing-masing.
"Jadi Pasal 76 ayat 1 huruf i dihapus. Dengan begitu, Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Daerah disahkan menjadi Undang-Undang," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Priyo Budi Santoso selaku pimpinan sidang.
Usulan pencabutan larangan rangkap jabatan sebelumnya telah disampaikan Fraksi PDIP pada rapat kerja Komisi II. Pada paripurna, usulannya diperkuat oleh Fraksi PKB.
"Pasal 76 ayat 1 ini seolah-olah partai barang haram yang tidak boleh membangun demokrasi. Sangat naif dan absurd karena sebenarnya petinggi partai yang rangkap jabatan sebagai kepala daerah sudah diatur secara ketat dalam pasal larangan kepala daerah," jelas anggota Fraksi PKB, Abdul Kadir Karding.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDIP Arif Wibowo mengatakan, larangan rangkap jabatan tidak relevan dengan pilkada di DPRD. Lantaran pilihan parpol mengajukan kader terbaiknya yang biasanya menjabat sebagai petinggi parpol menjadi terhambat.