Kamis 25 Sep 2014 10:47 WIB

RUU Pemda Sesuai dengan Amanah Konstitusi

  Sejumlah aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/9).  (Republika/Wihdan)
Sejumlah aktivis dari Koalisi Kawal RUU Pilkada menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/9). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Bali, Yohanes Usfunan membantah jika Rancangan Undang-Undang Pemerintah Daerah (RUU Pemda) melanggar demokrasi.

"RUU Pemda tidak dapat dikatakan melanggar Demokrasi karena sudah sesuai dengan amanah konstitusi," katanya di Denpasar, Kamis (25/9).

Yohanes mengatakan tidak benar pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak sah dan melanggar hak demokrasi. Ia menegaskan bahwa, berdasarkan amanah konstitusi tersebut sudah tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tentang otonomi daerah yang seluas-luasnya. Namun, harus sesuai dengan ketentuan soal otonomi daerah tersebut.

"RUU Pemda tersebut tidak salah yang penting sudah ada kententuan terkait itu," ujarnya.

Pihaknya mendukung RUU Pemda tersebut apabila memiliki ketentuan yakni Presiden bisa memecat kepala daerah yang melanggar kebijakan pemerintah pusat, kewenangan Presiden memberikan sanksi kepada kepala daerah yang memiliki kinerjanya buruk.

Kemudian, Gubernur bertanggungjawab kepada pemerintah pusat terkait pegawasan kinerja Bupati dan wali kota.

"Saya sangat mendukung apabila ada ketentuan seperti itu," katanya.

Ia menambahkan bahwa apabila RUU Pemda tersebut disahkan dan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD, maka akan mudah dikontrol pendapatan para calon kepala daerah tersebut dan menghemat anggaran pemilu.

"Tidak benar bahwa pemilihan melalui DPRD seolah-olah memangkas hak demokrasi rakyat," ujarnya.

Pihaknya mengakui kelemahan pemilihan langsung yakni masih adanya peluang untuk melakukan politik uang, kemudian penyalahgunaan wewenang oleh patahana (incumbent) yang memaksakan okum pejabat tertentu untuk memilih salah satu calon kepala daerah.

Selain itu, pengawasan KPUD masih lemah dan terkadang menyalahi wewenang yang diamanahkan sehingga masih banyak menimbulkan kecurangan apabila melakukan pemilihan kepala daerah secara langsung.

"Pemilu langsung sangat banyak menghabiskan biaya dan saat pendaftaran calon kepala daerah harus melewati tahap ke panitia penyelenggara dahulu yang juga memerlukan uang," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement