Jumat 19 Sep 2014 17:10 WIB

RUU Advokat Timbulkan Perpecahan

Advokat (ilustrasi)
Advokat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Para akademisi menolak pembahasan RUU Advokat di Panja DPR. Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlanga (Unair) Surabaya, Muchammad Zaidun dalam suratnya ke DPR tertanggal 15 September 2014, menyebutkan kelembagaan dewan advokat nasional bertentangan dengan prinsip independensi yang selama ini dianut advokat.

“Adanya campur tangan pemerintah dalam Dewan Advokat Nasional (DAN) berpotensi organisasi advokat terkooptasi sehingga berpengaruh pada kemandirian organisasi tersebut,” kata Zaidun.

Dia menilai, RUU tersebut tidak disusun berdasarkan ratio legis yang memadai. Pasalnya, UU Advokat yang berlaku sekarang ini telah beberapa kali di judical review, dan hasilnya ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). “Sebanyak sembilan kali Undang-Undang Advokat tahun 2003 diujimateriil di MK dan selalu gagal,” katanya.

Zainudin menambahkan system multibar yang dianut dalam RUU Advokat dapat menimbulkan perpecahan di kalangan advokat karena banyaknya organisasi sebagai dampak mudahnya pendirian. “Dalam RUU itu hanya disebutkan bahwa cukup 35 orang bisa mendirikan organisasi advokat maka akan banyak organisasi baru. Lantas bagaimana mengawasinya dan bagaimana standarnya?" cetus Zaidun.

Pendapat serupa juga dilontarkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo, Hartiwiningsih. Menurut dia, organisasi advokat seharusnya bersatu dalam satu wadah tidak terpecah-pecah. Dengan begitu, ttercapai independensi dan bisa memberikan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan.

Single Bar lebih menjamin kontrol terhadap para advokat. Bagaimana memberikan tindakan yang tegas kepada advokat yang melanggar kode etik, kulitas bisa dijamin. Kalau banyak wadah maka akan sulit mengawasinya,” ujar Hartiwiningsih.

Dia menyarankan, perpecahan di tubuh Advokat saat ini harus disikapi dengan memikirkan bagaimana menyatukan mereka. Hal yang paling penting, kata dia, saat ini adalah pihak yang bertikai bisa duduk bersama untuk menyelesaikan perpecahan, dan bukan malah mengganti undang-undang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement