Rabu 24 Sep 2014 14:27 WIB

11 Universitas Tolak RUU Advokat

Beberapa advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) 2008 menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Senin (22/9).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Beberapa advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) 2008 menggelar aksi di Bundaran HI, Jakarta, Senin (22/9).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 11 universitas di Indonesia menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Advokat dan meminta DPR untuk menghentikan pembahasannya karena diangggap bertentangan dengan prinsip independensi yang dianut advokat.

Beberapa diantaranya Universitas Airlangga (Unair), Universitas Sebelas Maret, Universitas Gadjah Mada, Universitas Trisakti, Universitas Muslim Indonesia Makasar, Universitas Maladewa Bali dan Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Muchammad Zaidun, di Jakarta, Rabu (24/9) mengatakan penolakan dilakukan dengan berkirim surat ke DPR RI.

"Itu karena keberadaan RUU disusun tidak berdasarkan pemikiran hukum atau 'ratio legis' yang memadai, sehingga dikhawatirkan menimbulkan perpecahan pada kalangan advokat," katanya.

Saat ditemui di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Guru Besar Unair itu menilai sistem multibar yang dianut dalam RUU ini dapat menimbulkan perpecahan pada kalangan advokat.

Oleh karena itu, pihaknya bersama 10 universitas telah mengirimkan surat penolakan pembahasan RUU itu ke DPR RI sejak tanggal 15 September 2014.

"Isi surat menyebutkan rancangan yang ada dalam RUU tidak sesuai dengan pemikiran hukum, dan sembilan kali UU Advokat tahun 2003 diuji materi di MK, tapi hasilnya selalu gagal," katanya.

Sementara Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo, Prof Dr Hartiwiningsih mengatakan para advokat harus bersatu dalam wadah dan jangan sampai terpecah.

"Kalau sampai terpecah karena masalah ini maka kepastian hukum dan pencari keadilan di Indonesia bisa terancam," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta agar para advokat untuk duduk bersama menyelesaikan setiap masalah hukum yang ada di Indonesia, salah satunya menyelesaikan perpecahan dan bukan mengganti undang-undang.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement