Ahad 21 Sep 2014 20:05 WIB

Universitas Airlangga dan UNS (juga) Tolak RUU Advokat

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Maman Sudiaman
Advokat (ilustrasi)
Advokat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senada dengan Kongres Advokad Indonesia (KAI), Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Sebelas Maret Solo menolak keras RUU Advokat yang sedang di bahas panja DPR RI. Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlanga Prof DR Muchammad Zaidun dalam suratnya ke DPR RI tertanggal 15 September 2014, menyebutkan kelembagaan dewan advokat nasional bertentangan dengan prinsip independensi yang selama ini dianut advokat.

Zaidun dalam surat itu menilai  bahwa RUU  tersebut tidak disusun berdasarkan 'ratio legis' (pemikiran hukum)  yang memadai. Hal itu karena selama ini UU advokat yang ada sudah beberapa kali di uji tidak pernah berhasil atau ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. “Sembilan kali undang-undang advokat tahun 2003 diuji materi-kan di MK.  Dan hasilnya selalu gagal,” tegas Zaidun, Ahad (21/9).

Zainudin lebih lanjut menambahkan sistem multibar yang dianut dalam RUU Advokat  nantinya memang dapat menimbulkan perpecahan dikalangan advokat karena banyaknya organisasi sebagai dampak mudahnya pendirian. “Dalam RUU itu hanya disebutkan bahwa cukup 35 orang bisa menidirikan organisasi advokat maka akan banyak organisasi baru. Lantas bagaimana mengawasinya dan bagaimana standardnya,” tambah Zaidun.

Sementara itu, dalam suratnya ke DPR RI  Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo, Prof Dr Hartiwiningsih menegaskan organisasi Advokat seharusnya bersatu dalam satu wadah. Dan memang bila samai terpecah-pecah dan tidak bisa independen maka kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan bisa terancam.

''Perpecahan di tubuh advokat saat ini harus disikapi dengan memikirkan bagaimana menyatukan mereka. Dikatakannya, hal yang paling penting saat ini duduk bersama untuk menyelesaikan perpecahan dan bukan mengganti undang-undang,'' katanya.

Sebagai organisasi penegak hukum, maka kedudukan advokat seharusnya setara dengan penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Kesetaraan ini penting untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mencari keadilan. “Untuk kepentingan hal itu maka organisasi advokat harus bersifat tunggal dan pemimpinnya bersifat kolegial. Melihat hal ini, maka tidak ada ugrensinya mengubah UU no 18 tahun 2003,”lanjut Hartiwiningsih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement