Ahad 28 Sep 2014 14:20 WIB

Belum Ada Titik Temu, Panja Setop Pembahasan RUU Advokat

anggota Peradi (Perhimpunan Advokad Indoneisa) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Advokat yang kini tengah dibahas di Komisi III DPR.
Foto: Muhammad Subarkah/Republika
anggota Peradi (Perhimpunan Advokad Indoneisa) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Advokat yang kini tengah dibahas di Komisi III DPR.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Rapat Panja RUU Advokat DPR RI memutuskan untuk menghentikan pembahasan guna memberikan kepastian kepada masyarakat mengenai kelanjutan RUU tersebut. 

“Kita belum ada titik temu mengenai format Dewan Advokat Nasional. Sedangkan masa kerja kita tinggal menghitung hari saja, sampai akhir bulan ini saja. Ini tidak mungkin dapat diselesaikan. Kami sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasannya,” kata Wakil Ketua Panja RUU Advokat dari FPDIP, Sayed Muhammad Muliady, Ahad (28/9).

Sayed menjelaskan, fraksinya berpandangan bahwa DAN harus mandiri. Sehingga independensi advokat dalam membela masyarakat yang berurusan dengan hukum bisa dijaga. Serta menghilangkan adanya konflik kepentingan.

Dengan dihentikannya pembahasan mengenai RUU Advokat ini, Panja memberikan rekomendasi atau saran kepada anggota DPR periode berikutnya. Meski menurut Sayed hal itu tidak serta-merta akan dilanjutkan oleh DPR mendatang.

“Ini tidak otomatis diteruskan pembahasannya oleh DPR periode mendatang, Kalau mereka mau membahas mereka harus mulai dari awal dan harus masuk dalam prolegnas,” tambah Sayed.

Pendeknya waktu pembahasan RUU ini juga diamini oleh ketua Pansus RUU Advokat Syarifuddin Suding. Menurutnya, RUU tersebut tidak bisa dipaksakan untuk dijadikan UU karena masih harus menempuh proses yang tidak sebentar, seperti harus masuk dalam pembahasan tim perumus dan tim sinkronisasi.

“Jelas ini tidak bisa dipaksakan. Saya sendiri heran kalau ada pihak-pihak yang mencoba memaksakan RUU ini menjadi UU,”tegas Ketua Fraksi Hanura DPR RI  tersebut.

Suding menegaskan sejak awal RUU ini sudah bermasalah karena tidak sesuai dengan naskah akademik yang diterimanya. Disamping itu, pemerintah dianggap terlambat dalam mengirimkan Daftar Inventarisir Masalah (DIM).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement