Senin 08 Sep 2014 22:06 WIB

Pertamina Tindak Tegas Oknum Penyelundupan BBM

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
  Aktivitas pengisisan bahan bakar di fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang, Jakarta, Jumat (25/7). Untuk memenuhi kebutuhan Mudik, Pertamina melakukan penambahan dan monitoring stok dengan proyeksi rata-rata Premium 17,6 hari, Solar 20,7 ha
Foto: Adhi Wicaksono
Aktivitas pengisisan bahan bakar di fasilitas Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang, Jakarta, Jumat (25/7). Untuk memenuhi kebutuhan Mudik, Pertamina melakukan penambahan dan monitoring stok dengan proyeksi rata-rata Premium 17,6 hari, Solar 20,7 ha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– PT Pertamina (Persero) menegaskan sikap perusahaan untuk menindak tegas oknum pekerja tanpa toleransi apabila terbukti berperan dalam melakukan tindak penyelewengan bahan bakar minyak. Perusahaan juga mendukung aparat hukum mengusut tuntas terhadap dugaan tindakan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa tersebut.

 

Media Manager Pertamina Adiatma Sardjito mengungkapkan Pertamina telah menonaktifkan oknum berinisial ‘Y’ dan memberikan sanksi tegas sesuai dengan aturan perusahaan terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 14 Juli 2014.

Pertamina, tuturnya, mendukung penuh upaya aparat hukum untuk mengusut tuntas masalah yang disangkakan kepada yang bersangkutan terkait dengan penyelewengan BBM di Terminal BBM Sei Siak, Pekanbaru periode 2008-2010 sebagaimana mencuat akhir-akhir ini.

 

“Terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan telah dinonaktifkan dan diberikan sanksi sesuai aturan berupa pemotongan gaji. Apabila sudah ada keputusan tetap dan terbukti yang bersangkutan melakukan penyelewengan, maka hukuman bisa berujung pada pemecatan. Pertamina juga terus berkoordinasi sepenuhnya dengan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas masalah ini,” terang Adiatma.

 

Adiatma menjelaskan secara administratif tidak ditemukan selisih pengukuran di luar batas toleransi, baik berdasarkan batas yang diberlakukan perusahaan, apalagi batas toleransi yang berlaku internasional. Pertamina menetapkan batas toleransi selisih pengukuran maksimum 0,3 persen, sedangkan praktik terbaik Internasional umumnya berlaku 0,5 persen.

 

Selisih pengukuran tersebut dapat terjadi karena penyusutan akibat penguapan, perubahan suhu, paralaks alat ukur, perubahan dasar tangki atau perbedaan karakteristik media penampung, dan lainnya. Adiatma juga menjelaskan saat ini konsumsi BBM di Indonesia mencapai sekitar 61 juta kiloliter, di mana sekitar 46 juta kiloliter merupakan BBM PSO yang disalurkan oleh satu BUMN dan dua badan usaha swasta.

Selain itu, terdapat BBM non PSO untuk industri dan ketenagalistrikan yang pasarnya diperebutkan oleh puluhan Badan Usaha Pemegang Izin  Usaha Niaga Umum, di mana 8 di antaranya beroperasi di wilayah Pekanbaru dan sekitarnya.

 

“Selain itu juga terdapat BBM yang dialokasikan bagi TNI dan Polri, di mana BBM tersebut merupakan BBM tidak bersubsidi atau non PSO,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement