REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Tim Advokasi Prabowo-Hatta menghendaki tiga hal atas gugatan yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menuntut MK untuk mengabulkan permintaan kubunya. Banyaknya indikasi kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan presiden (pilpres) menjadi dasar mereka.
Anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, mengatakan, timnya menginginkan agar MK membatalkan hasil rekapitulasi yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, penghitungan yang dilakukan KPU mengandung banyak kesalahan.
Apalagi, lanjutnya, komisioner KPU melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya dalam rangka menegakkan demokrasi dalam proses pilpres. Dia mengklaim, kecurangan itu terjadi di 33 provinsi yang ada di Indonesia.
"Kami berharap MK memerintahkan KPU untuk membatalkan keputusan itu," katanya dalam keterangan resminya, Rabu (6/8).
Yang kedua, lanjutnya, jika MK tidak mengabulkannya maka harus dilakukan pemilihan ulang di seluruh TPS termasuk di luar negeri. Karena, kata dia, pelanggaran yang terjadi selama pilpres dilakukan secara masif, terstruktur dan sistematis. Bahkan, pada daerah tertentu dilakukan secara sengaja.
Maqdir mengatakan, permintaan yang ketiga adalah MK agar memutuskan untuk melakukan pemilihan suara ulang di 58.000 TPS yang diduga banyak terjadi kecurangan karena di jumlah TPS itu menyangkut sekitar 20 juta-an suara. "Ini menyangkut hak asasi warga dalam memberikan suara," ujarnya.
Maqdir mengklaim, Prabowo-Hatta memenangkan pilpres melalui hasil hitung yang dilakukan oleh tim internal mereka. Mereka mengklaim mendapat perolehan suara sebesar 50,25 persen atau 67.139.153. Sedangkan pasangan Jokowi-JK memperoleh 49,75 persen atau 66.435.124 suara.
Sementara hasil rekapitulasi nasional yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prabowo-Hatta mendapat 62.576.444 suara atau 46,85 persen. Sedangkan, Jokowi-JK meraih 70.997.855 suara atau 53,15 persen.