Rabu 06 Aug 2014 13:56 WIB

Hakim MK: Tiga Permohonan Prabowo-Hatta Tidak Didukung Dalil yang Kuat

Rep: Fauzi Ridwan/ Red: Muhammad Hafil
 Capres Prabowo Subianto (kiri) menjabat tangan jajaran komisioner KPU dan kuasa hukumnya jelang sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Capres Prabowo Subianto (kiri) menjabat tangan jajaran komisioner KPU dan kuasa hukumnya jelang sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/8). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) usai menggelar sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 sejak pukul 09.30, Rabu (6/8) di ruang sidang pleno dengan agenda pemeriksaan perkara. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Jumat, (8/8) pukul 09.00. 

Anggota Hakim Konstitusi di persidangan PHPU presiden dan wakil presiden, Ahmad Fadlil Sumadi mengkoreksi berkas permohonan tim Prabowo-Hatta. Menurutnya, tiga petitum (permohonan) dalam berkas tim Prabowo-Hatta tidak didukung oleh posita (dalil) yang memadai. Padahal permohonan untuk membatalkan satu keputusan mesti berdasarkan pada soal subtansi dan fundamental. 

“Tiga petitum itu tidak didukung oleh posita yang memadai,” ujar Anggota Hakim Konstitusi saat berada di dalam persidangan PHPU presiden dan wakil presiden, Ahmad Fadlil Sumadi, Rabu (8/8). 

Ia menuturkan hal itu penting diperhatikan karena itu akan menentukan keputusan MK untuk melakukan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang. Selain itu, dari semua petitum yang ada no urut petitum harus di sederhanakan dan dikompilasikan berdasarkan urutan secara nalar, wajar dan rasional.  “ Itu argumentasinya tentu harus berbeda,” ungkapnya. 

Ahmad Fadlil pun menambahkan pada halaman lima berkas permohonan secara sigolisme baru terdapat premis mayor. Sementara, premis minor tidak ada tapi sudah ada kesimpulan. “Premis minornya seharusnya kasus kongkrit yang dihadapi, itu soal kewenangan,” katanya. 

Selain itu, menurutnya, pemohon secara tertulis dalam berkas menulis angka empat dengan angka arab. Seharusnya, tata cara penulisan dalam berkas tersebut ditata menggunakan angka arab atau romawi dan huruf. Karena hal itu penting dalam perspektif hukum acara agar termohon bisa mudah menjawab. 

Berdasarkan permohonan pemohon terdapat tiga petitum yang disampaikan yaitu pertama, penetapan perolehan suara yang benar menurut pemohon. Kedua, pemungutan suara ulang di TPS seluruh Indonesia. Ketiga, pemungutan ulang di beberapa provinsi, dimana ada delapan provinsi tidak di seluruh kabupaten dan sebagian TPS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement