Rabu 06 Aug 2014 13:34 WIB

Prabowo Merasa Tersakiti Praktik Kecurangan Penyelenggara Pemilu

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Muhammad Hafil
Pasangan capres Prabowo Subianto (kedua kiri) dan Hatta Rajasa (kiri) menjabat tangan komisioner KPU dan kuasa hukumnya jelang sidang perdana  Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di MK, Jakarta, Rabu (6/8).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Pasangan capres Prabowo Subianto (kedua kiri) dan Hatta Rajasa (kiri) menjabat tangan komisioner KPU dan kuasa hukumnya jelang sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di MK, Jakarta, Rabu (6/8).(Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto mengutarakan kekecewaannya terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasangan Hatta Rajasa itu menyampaikan penilaiannya dalam sidang pertama Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/8).

Selepas tim kuasa hukum menyampaikan pokok gugatan, Prabowo sebagai pemohon diberi kesempatan untuk berbicara. Dalam kesempatan itu, Prabowo menjelaskan mengenai konsensus demokrasi yang sudah disepakati sebagai sistem politik dan sistem pemerintahan Republik Indonesia. "Inti demokrasi adalah kedaulatan rakyat, rakyat yang berkuasa," ujar dia di Ruang Sidang Pleno MK.

Prabowo mengatakan kekuasaan rakyat itu diwujudkan dalam pemilu melalui kotak suara. Menurut dia, pemilu itu sendiri merupakan inti dari demokrasi. Prabowo melihat pemilu ini dari mulai proses prapelaksanaan, tahap pelaksanaan, dan pascapelaksanaan. Pada tahap-tahap ini, mantan Danjen Kopassus itu melihat persoalan.

Pada tahap prapelaksanaan pemilu, Prabowo mengatakan, Daftar Pemiliih Tetap (DPT) menjadi kunci. Ia melihat ada permasalahan yang terjadi, pun ketika pelaksanaannya. "Kami sebagai calon yang didukung tujuh partai besar, yang dalam pemilu legislatif mendapatkan 62 persen suara, merasa sangat-sangat tersakiti dengan praktik-praktik penyimpangan, ketidakjujuran, ketidakadilan yang telah diperlihatkan penyelenggara pemilu," ujar dia.

Prabowo mencontohkan di puluhan Tempat Pemungutan Suara (TPS), dia dan Hatta tidak mendapatkan suara alias nol. Sehingga, ia mengatakan, 100 persen suara menjadi milik salah satu pasangan calon. Menurut dia, kondisi ini hanya bisa terjadi di negara totaliter. "Di negara yang normal, tidak mungkin karena kita ada saksi, masa saksinya tidak dihitung," kata Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu.

Selain itu, Prabowo pun mencontohkan adanya warga yang mempunyai hak pilih, tetapi tidak dapat menggunakan suaranya. Ia mengatakan, warga itu sempat ditanya akan memilih siapa terlebih dahulu di TPS. "Saat mengatakan, nomor 1, tidak diperkenankan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement