REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Hasrul Halili, mengatakan terkuaknya kasus korupsi penjualan aset UGM sungguh memalukan. Apalagi kasus ini, kata dia, menyeret empat tersangka korupsi yang masih berstatus sebagai guru besar dan dosen aktif kampus ini.
''Ini merupakan rapor merah bagi sivitas akademika UGM. Kami senang kalau ini masuk ranah hukum. Ini membuktikan UGM tidak akan menjadi tempat berlindung para koruptor,'' katanya.
Hasrul mendorong pihak UGM dalam hal ini rektor untuk memberikan penjelasan dan pernyataan sikap atas kasus ini. "UGM harus bisa menjadikan momentum untuk membersihkan diri dari semua tindak korupsi," ujarnya.
Selama ini kata dia, beberapa kasus kejahatan di UGM hanya diselesaikan secara adat. Namun kali ini kata dia, harus menjadii momentum agar kasus serupa ditindak secara hukum.
Kasus korupsi penjualan aset ini kata dia, juga mengindikasikan jika inventarisasi aset miilik UGM belum beres. Bahkan kata dia, berdasarkan informasi yang ada aset-aset milik UGM justru mengalami penyusutan. "Kita akan menerjunkan tim untuk investigasi ini," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus korupsi penjualan tanah aset UGM di Dusun Plumbon, Banguntapan, Bantul seluas 4.000 meter persegi ini mulai digarap oleh Kejati DIY sejak 3 bulan terakhir. Tanah ini menurut data di Kejati diklaim milik Yayasan Fapertagama, sebuah yayasan yang beranggotakan dosen-dosen Fakultas Pertanian UGM.
Pada tahun 2003 - 2007, tanah tersebut dijual oleh yayasan yang dulunya bernama Yayasan Pembina Fakultas Pertanian ke pengembang perumahan senilai total Rp 1,2 miliar. Uang hasil penjualan tanah itu diduga dibagi-bagikan kepada anggota yayasan.