REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadja Mada (UGM) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengurus partai politik (parpol) dilarang menjabat sebagai Jaksa Agung. Karena dengan putusan MK tersebut dapat lebih menjamin independensi Kejaksaan Agung (Kejagung) dari kepentingan politik.
“Lebih menjamin independensi meminjam apa menghindarkan konflik kepentingan, mengurangi kemungkinan Kejaksaan digunakan sebagai alat politik bagi para elit politik. Jadi saya sih menyambut baik untuk saat ini dan keputusan ini,” ujar Zaenur Rohman saat dihubungi Rabu (6/3/2024).
Karena itu, Zaenur menilai putusan MK tersebut bisa mengurangi resiko institusi Kejaksaan dipolitisir oleh partai politik. Atau bahkan terjebak dalam kepentingan-kepentingan politik praktis.
Sebab ada risiko yang akan dihadapi pada saat Jaksa Agung diisi pengurus partai politik, salah satunya adalah rawan intervensi. Sehingga anasir politik harus dijauhkan dari Kejaksaan untuk menghindari kepentingan politik.
“Resiko institusi kejaksaan (jika diisi orang parpol) dipolitisir atau terjebak kepentingan-kepentingan politik,” tegas Zaenur Rohman.
Sebelumnya Kejaksaan Agung mengapresiasi hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi UU 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, terkait syarat pengurus partai yang harus mundur minimal lima tahun untuk menjadi jaksa agung.
Dia juga menegaskan Kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanudin telah melakukan penegakan hukum yang murni untuk kepentingan hukum, tanpa adanya campur tangan politik.
“Putusan tersebut sekaligus memberikan kesempatan lebih luas bagi insan Adhyaksa untuk dapat berkarier sampai di posisi puncak sebagai Jaksa Agung RI. Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat kedepannya untuk kelentingan penegakan hukum,” ungkap Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana.