REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkapkan bahwa seorang caleg DPR rata-rata harus mengeluarkan dana sebesar Rp1,18 miliar untuk melakukan kampanye agar dapat menduduki kursi legislatif.
"Angka ini naik empat kali lipat dari pemilu 2009 yang hanya berkisar Rp250 juta per caleg," kata dosen dan peneliti LPEM UI, Teguh Dartanto dalam seminar bertajuk Menjadi Wakil Rakyat: Investasi dan Relasi Calon Legislatif, di Jakarta, Rabu.
Dana kampanye tersebut dinilainya merupakan nilai yang wajar. Pihaknya merinci beberapa rentang biaya kampanye caleg DPR yakni kurang dari Rp787 juta (kurang/ sedikit), Rp787 juta - Rp1,18 miliar (optimal), Rp1,18 miliar - Rp4,6 miliar (wajar), Rp4,6 miliar - Rp9,3 miliar (tidak wajar) dan lebih dari Rp9,3 miliar (tidak rasional).
Sementara berdasarkan hasil penelitian, biaya kampanye seorang caleg DPRD provinsi yakni kurang dari Rp320 juta (kurang/ sedikit), Rp320 - Rp481 juta (optimal), Rp481 juta - Rp1,55 miliar (wajar), Rp1,55 miliar - Rp3 miliar (tidak wajar), lebih besar dari Rp3 miliar (tidak rasional).
Dia mengungkapkan pendapatan yang diperoleh anggota DPR selama lima tahun yakni Rp5,3 miliar - Rp5,4 miliar. Sementara pendapatan seorang anggota DPRD provinsi yakni Rp1,6 miliar - Rp1,8 miliar. Rentang pendapatan tersebut berasal dari pendapatan resmi maupun tidak resmi.
Dia menilai, seorang caleg akan jor-joran dalam membiayai kampanyenya dengan harapan caleg tersebut bisa mengembalikan modalnya ketika dia berhasil menjabat sebagai anggota dewan. Pihaknya memperkirakan total dana yang akan bergulir pada Pemilu 2014 yakni sebesar Rp115 triliun atau naik tiga kali lipat dari Pemilu 2009. Jumlah tersebut menurut dia, hampir sama dengan proyeksi nilai investasi pemerintah untuk membangun PLTA di 12 waduk.
Sementara tiga sektor?yang mendapatkan aliran dana terbesar dari perputaran uang pada Pemilu 2014 yaitu industri kertas dan karton (18 persen), transportasi dan komunikasi (17 persen) dan industri tekstil, pakaian dan kulit (12 persen).
"Pemilu 2014 ini merupakan sebuah peristiwa politik yang mampu memberikan stimulus perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia," katanya.
Teguh menilai dana kampanye yang tinggi terjadi akibat tidak terpeliharanya hubungan antara anggota DPR, parpol dan para konstituennya. Dia memandang hubungan ketiga pihak tersebut biasanya bersifat transaksional.
Hasil riset juga menemukan bahwa sebanyak 80 persen responden tidak mengenal anggota legislatif dari daerah pemilihannya. Dia menambahkan, konstituen juga masih berpersepsi negatif terhadap wakilnya di DPR.