REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta para elite PDIP terbuka soal informasi penyadapan yang dialami Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo (Jokowi). Sebab menyadap tanpa ijin pengadilan hanya boleh dilakukan Presiden untuk kepentingan keselamatan nasional sesuai UU yang berlaku.
"PDIP harus mengungkap siapakah yang menyadap, dari mana sumber berita itu, dan PDIP juga harus mengambil sikap yang nyata," kata Wakil Sekretaris Jendral DPP PDIP, Fahri Hamzah dalam pesan singkat yang diterima Republika, Jumat (21/2).
Fahri menyatakan keterbukaan PDIP soal informasi penyadapan sangat penting. Jangan sampai ada kesan PDIP sengaja menggulirkan informasi penyadapan untuk membuat mereka menjadi partai yang teraniaya sendiri.
"Jangan sampai PDIP melakukan ini hanya untuk mencari simpati seolah PDIP teraniaya sendiri," ujar Fahri.
PKS siap bekerjasama untuk membentuk angket DPR dalam meng-investigasi kegiatan penyadapan illegal di Indonesia yang mulai marak. Fahri menyatakan sadap-menyadap menjadi problem pelik karena regulasi penyadapan di Indonesia belum ada sejak Mahkamah konstitusi (MK) membatalkan mandat PP penyadapan dari UU No. 11 tahun 2008 pasal 31 ayat 4.
Tapi, imbuhnya, di sisi lain, penyadapan ini terdengar makin sering dilakukan baik oleh pihak Indonesia maupun oleh pihak asing. Baik yang dianggap legal maupun yang dicurigai ilegal.
Aksi sadap-menyadap terhadap tokoh politik tidak bisa dipandang remeh. Fahri menyatakan penyadapan kepada Megawati dan Jokowi bisa merusak suasana di tahun politik yang krusial.
"Jika memang ada bukti maka operasi saling sadap ini akan merusak suasana di tahun politik yang krusial ini," ujar Fahri.