REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa berpendapat bahwa dinasti politik yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh pembiayaan politik yang besar di partai-partai politik.
"Dinasti politik dan perebutan kekuasaan itu terjadi karena pembiayaan partai yang sangat luar biasa besarnya. Kata kuncinya adalah pembiayaan politik yang tidak ada jalan keluar membuat para politisi membentuk dinasti," kata Agun di Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara diskusi bertema "Menciptakan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Bersih sesuai dengan Empat Pilar Negara" yang diadakan oleh MPR RI.
Agun mengatakan salah satu penyebab dari terus berkembangnya politik dinasti atau politik kekerabatan adalah kondisi riil partai politik yang membutuhkan banyak biaya untuk kegiatannya.
"Satu-satunya sumber dana yang sangat mungkin adalah menjual suara partainya bagi siapa saja yang bisa membayar termahal. Jadi dengan kondisi seperti ini, jangan harap partai politik akan melahirkan pemimpin," ujarnya.
Menurut dia, kesulitan partai politik dalam membiayai kegiatan-kegiatan politik akibat banyaknya aturan yang menghambat partai-partai politik dalam mencari dana.
"Parpol mau berbisnis itu tidak boleh, lalu mau membentuk badan usaha juga tidak boleh. Apa yang boleh? Bagaimana para elit politik tidak korupsi bila seperti itu," katanya.
Ia pun menyatakan bahwa semua partai politik di Indonesia melakukan pola-pola politik dinasti.
"Semua parpol itu melakukan politik dinasti. Coba saja sebutkan partai mana yang tidak dipimpin oleh orang-orang yang beruang dan erat dengan kekuasaan," kata dia.
Agun kemudian mengemukakan bahwa tidak ada partai politik yang yang betul-betul dipimpin oleh seorang aktivis, karena pada dasarnya sebagian besar pemimpin partai politik memiliki hubungan dekat dengan kekuasaan.
Namun, ia juga berpendapat bahwa politik dinasti sesungguhnya tidak akan menjadi masalah apabila dibangun dan dirancang dalam satu sistem politik yang benar.
"Ya selama dibangun dalam tata kelola yang benar, sistem keuangan yang benar, serta demokrasi yang benar, saya rasa ini tidak akan jadi masalah," tuturnya.
Ia menilai politik dinasti kemudian menjadi bermasalah karena demokrasi di Indonesia masih belum berjalan dengan benar. "Demokrasi yang baik itu kalau partai politiknya juga kuat, tapi kan ini masih lemah," jelas Agun.
Perdebatan mengenai politik dinasti itu dimulai setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan yang merupakan adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dalam kasus dugaan suap Ketua MK nonaktif Akil Mochtar.
Beberapa anggota keluarga Ratu Atut menempati jabatan strategis di pemerintahan dan DPRD Provinsi Banten, dan diduga menimbulkan benturan kepentingan yang sudah lama terjadi.