Rabu 14 Aug 2013 22:12 WIB

Hawa Dingin Landa Jateng Selatan, di Dieng Sampai di Bawah Nol Derajat

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Djibril Muhammad
Kepulan asap putih yang mengandung gas karbondioksida (CO2) terlihat di permukaan kawah Timbang dataran tinggi Dieng, Batur, Banjarnegara, Jateng.
Foto: ANTARA/Idhad Zakaria
Kepulan asap putih yang mengandung gas karbondioksida (CO2) terlihat di permukaan kawah Timbang dataran tinggi Dieng, Batur, Banjarnegara, Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARNEGARA -- Temperatur udara yang cukup dingin, sejak sepekan terakhir terjadi kawasan Jawa Tengah bagian Selatan. Pada siang hari, meski matahari bersinar cukup terik, namun temperatur udara yang dingin masih terasa.

Bahkan pada malam hari, temperatur udara seperti di wilayah Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga dan Kebumen, bisa mencapai 20 derajat celcius.

"Kondisi cuacanya sepertinya memang sudah benar-benar seperti musim kemarau. Meski di langit sudah tidak ada awan hujan, namun udaranya terasa sangat dingin. Apalagi pada malam hari, warga yang biasanya kegerahan karena terperatur udata yang panas, saat ini harus tidur dengan selimut," kata Kasubag Pemberitaan dan Kemitraan Media Kabupaten Purbalingga, Prayitno, Rabu (14/8).

Dengan kondisi iklim seperti ini, maka temperatur udara di kawasan dataran tinggi terasa lebih menggigit. Seperti di dataran tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara yang memiliki ketinggian lebih dari 2. ribu meter di atas permukaan laut, temperatur udata pada malam hari bisa sampai di bawah nol derajat celcius.

Seorang warga di Desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, Alif Rahman, menyebutkan suhu udara di Dieng pada malam hari bisa mencapai minus derajat celcius.

"Kebetulan, saya punya termometer di rumah. Kalau malam hari, di dalam rumah saja suhunya bisa mencapai 1 derajat celcius. Apalagi kalau di luar, jelas lebih rendah lagi," katanya.

Dalam kondisi seperti ini, banyak warga yang malas ke luar rumah bila sudah Maghrib. Mereka memilih berada di dalam rumah, sambil menyalakan perapian tungku, agar udara di rumah bisa lebih hanya. Selain itu, sarung dan jaket tebal untuk menghangatkan tubuh  juga tidak pernah dilepaskan.

"Dalam kondisi cuaca seperti ini, kebanyakan warga hanya mandi sekali sehari. Itu pun kalau matahari sudah cukup tinggi," katanya.

Hal lain yang dikeluhkan warga dengan kondisi cuaca seperti ini, adalah fenomena munculnya bun upas atau embun-embun beku yang menempel pada daun tanaman kentang.

"Bun upas ini, terjadi karena air embun yang menempel di daun-daun kentang, menjadi es akibat dinginnya temperatur udara," katanya menjelaskan.

Menurut dia, tanaman kentang yang terkena bun upas ini dipastikan akan mati. "Mungkin karena terlalu kedinginan, sehingga tanaman kentang pun menjadi mati," ujarnya.

Menurut dia, tanaman yang terkena bun upas, biasanya kemudian akan menjadi layu, kemudian daunnya yang semula hijau menjadi coklat kering hingga kemudian mati.

Kepala Desa Dieng Kulon Slamet Budiono mengungkapkan, fenomena bun upas di wilayah Dieng mulai terjadi sejak beberapa hari setelah lebaran. Akibat embun beku tersebut, hingga saat ini tercatat ada 20 hektar lahan milik warga yang sudah dipastikan tak akan panen karena tanamannya mati.

Dia memperkiralan lahan yang akan mati akibat bun upas tersebut akan terus bertambah, karena hawa dingin masi terjadi di Dieng. "Bun upas ini, biasanya mucul bisa pada siang hari hingga malam cuaca terlihat cerah dan tidak ada angin. Kalau cuaca sudah seperti ini, pasti pada diniharinya akan muncul bun upas," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement