REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya memaksimalkan penelusuran aset tersangka penipuan penyelenggara pernikahan (wedding organizer/WO) PT Ayu Puspita Sejahtera. Pelacakan aset diintensifkan sebagai upaya pengembalian kerugian para korban kasus tersebut.
“Kami akan memaksimalkan penelusuran aset. Tentunya, sebagaimana yang diharapkan para korban, ada pengembalian kerugian,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Iman Imanuddin saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Iman menyebutkan, langkah tersebut dilakukan untuk merespons harapan para korban yang menginginkan kerugian materiil yang dialami dapat kembali.
Menurut Iman, Kepolisian akan bekerja maksimal untuk melacak (tracing) aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Selain itu, dalam setiap penanganan perkara pidana, Kepolisian tidak hanya berfokus pada pembuktian unsur pidana, tetapi juga berupaya melindungi kepentingan korban.
Karena itu, penyidik akan menelusuri aliran dana dan aset yang masih dapat diamankan sebagai bagian dari proses hukum. “Sebagai penegak hukum, pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, kami akan berupaya maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi para korban,” ujar Iman.
Meski demikian, Iman menegaskan mekanisme ganti rugi tetap harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku.
Pengembalian kerugian kepada korban, kata Iman, tidak bisa dilakukan secara serta-merta, melainkan melalui proses pembuktian, penyitaan aset, hingga putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Di sisi lain, Iman menekankan pentingnya prinsip keadilan dengan tetap menjaga hak-hak para tersangka dalam proses penyidikan. Menurut dia, seluruh tahapan penegakan hukum dilakukan secara profesional dan proporsional. “Begitu pula kami tetap menjaga hak-hak tersangka,” katanya.
Terkait kemungkinan penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), Iman menyebutkan hal tersebut masih didalami penyidik.
Jika dalam proses penelusuran ditemukan adanya upaya penyamaran atau pengalihan aset hasil kejahatan, penyidik tidak menutup kemungkinan menjerat pelaku dengan pasal tambahan tersebut.
Kasus dugaan penipuan WO oleh PT Ayu Puspita Sejahtera mencuat setelah banyak calon pengantin melaporkan tidak terealisasinya layanan pernikahan meski pembayaran telah dilakukan.
Hingga kini, Polda Metro Jaya masih membuka posko pengaduan untuk menampung laporan korban lainnya, sekaligus menginventarisasi kerugian yang dapat menjadi dasar upaya pemulihan hak korban.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkapkan total kerugian korban dalam kasus dugaan penipuan penyelenggara pernikahan WO PT Ayu Puspita Sejahtera mencapai Rp11,5 miliar.
Angka kerugian tersebut sangat mungkin bertambah seiring masih dibukanya posko layanan pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban.
Nilai kerugian yang dialami masing-masing korban bervariasi. Hal itu disebabkan adanya sistem pembayaran uang muka (down payment/DP) yang diterapkan oleh pihak WO kepada para calon pengantin.
“Kerugian dari masing-masing korban ini cukup variatif karena mereka dimintakan untuk membayar DP terlebih dahulu. Kerugiannya ada yang Rp 40 juta, Rp 60 juta, dan jumlah lainnya,” ungkap Iman.
Polda Metro Jaya telah menerima sebanyak 207 laporan pengaduan dari masyarakat yang merasa menjadi korban penipuan dalam kasus ini. Sebanyak 207 laporan tersebut terdiri atas 199 laporan pengaduan pernikahan yang belum terlaksana, sedangkan delapan aduan lainnya merupakan laporan polisi karena pernikahan yang sudah terlaksana.
Laporan polisi maupun pengaduan yang masuk tersebut tersebar di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya dan polres jajaran.
Posko pengaduan dibuka melalui media sosial Instagram Ditreskrimum Polda Metro Jaya, layanan pusat panggilan (call center) 110 Polri, serta posko pengaduan langsung di kantor Ditreskrimum.
Dalam penanganan perkara tersebut, penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penggelapan dan penipuan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.