REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Petani harus ditempatkan sebagai subjek utama. Subjek berarti punya hak yang jelas atas tanahnya, punya ruang menentukan pilihan usaha taninya, punya posisi tawar di pasar, dan benar-benar menikmati nilai tambah dari kerja kerasnya.
“Tanpa itu, peningkatan produksi pun mudah rapuh, begitu biaya naik, lahan tertekan, atau harga jatuh, yang pertama kali terpukul selalu petani kecil,” kata Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Azis Subekti, dalam keterangannya, Sabtu (13/12/2025).
Dia mengungkapkan, data BPS periode 2023–2025 memperlihatkan betapa strategisnya Jawa Tengah sebagai penopang pangan nasional.
Pada 2023, kata dia yang juga merupakan anggota Pansus Agraria DPR RI ini, produktivitas padi Jawa Tengah tercatat 55,24 kuintal/hektare, luas panen sekitar 1,64 juta hektare, dengan produksi 9,06 juta ton.
Sementara itu, kata dia, tahun 2024 produktivitas naik menjadi 57,19 kuintal/hektare, namun luas panen turun menjadi 1,55 juta hektare dan produksi ikut turun menjadi 8,89 juta ton.
Sedangkan 2025 ini, ujar dia, luas panen meningkat menjadi 1,67 juta hektare dan produksi diproyeksikan mencapai 9,38 juta ton pada akhir Desember.
“Pesannya jelas, produktivitas saja tidak cukup bila lahan makin terdesak, ongkos produksi membengkak, dan petani tidak punya kepastian usaha,” tutur dia.
Dia menyebut di Dapil Jawa Tengah VI , Wonosobo, Purworejo, Temanggung, Magelang, dan Kota Magelang kontribusi petani terlihat nyata dalam angka produksi, tetapi juga terlihat nyata dalam tantangan yang mereka hadapi.
Purworejo, misalnya, menghasilkan padi 287.721,45 ton GKG (2023) dan 279.478,00 ton (2024), lalu naik lagi menjadi sekitar 312.562 ton (2025, sementara).
Setara berasnya sekitar 165.456,85 ton (2023) dan 160.716,37 ton (2024), lalu menjadi 179.741 ton (2025). Magelang (kabupaten) menghasilkan 160.694,62 ton (2023) dan 151.779,30 ton (2024), lalu sekitar 169.888 ton (2025) setara berasnya 92.408,90 ton (2023), 87.282,06 ton (2024), dan 97.696 ton (2025).
Wonosobo menghasilkan 60.651,87 ton (2023), 59.488,44 ton (2024), dan sekitar 62.631 ton (2025) setara berasnya 34.878,40 ton (2023), 34.209,37 ton (2024), dan 36.017 ton (2025).
Temanggung juga menunjukkan tren naik dari 46.499,41 ton (2023) menjadi 50.813,53 ton (2024), lalu sekitar 57.250 ton (2025, sementara) produksi setara berasnya juga naik dari 29.221 ton (2024) menjadi 32.922 ton (2025).